Hinata Umi's Work

Aku Mencintaimu Karena Allah, Namu Jika Allah tak Mengizinkan...2^^



Itulah alasan keberadaanya kini di rumahku.

Dia benar-benar datang. Dia benar-benar memenuhi janjinya. Dia mengenakan pakaian terbaiknya, terlihat sangat tampan.

Hanya saja, tepat saat abah dan ummi melihatnya, mereka mematung. Pun begitu juga yang terjadi pada Ryan. Mereka tampak saling melihat dengan wajah yang tidak dapat kuartikan.

"Pulanglah, Nak," pinta abah pada Ryan. Pandangan mata abah terlihat sangat sedih dan terluka. "Abah, tidak mengijinkan kalian menikah."

Kata-kata abah membuat duniaku runtuh seketika. Semuanya tadi baik-baik saja. Saat kuceritakan soal Ryan pada abah pun, beliau seperti mendukungku. Apa yang terjadi? Kenapa jadi begini?

Ryan?

Kutatap Ryan meminta penjelasan. Tapi, dia tidak mengatakan apa-apa. Dia mencium tangan abah, terisak sebentar, memandangku, lalu pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah kata pun padaku. Apa maksudnya itu?

Kutatap abah dan ummi meminta penjelasan. Tapi mereka segera meninggalkan ruang tamu begitu Ryan menghilang. Dan, sama dengan yang dilakukan Ryan, mereka juga meninggalkanku tanpa penjelasan apapun yang berhak kudengar dari mereka.

Abah, Apa yang sebenarnya terjadi? Ummi, katakan pada Aisyah apa yang terjadi. 

Aku pergi ke kamar, menunggu kabar, menunggu penjelasan, dari siapa pun yang bisa menjelaskan dengan sejelas-jelasnya situasi rumit ini padaku. Aku memikirkan semua yang baru saja terjadi. Kuambil ponselku dan mengirimkan sebaris kalimat pada Ryan.

Ryan, apa yang terjadi??

SMS itu telah telah terkirim ke ponsel Ryan.

1 menit...
2 menit...
3 menit...
1 jam...

Tak ada balasan. Mengapa ini terjadi? Sebenarnya ada apa di antara mereka semua? Tolong, tolong berikan aku penjelasan yang masuk akal atas semua ini. Tak kuasa kutahan air mata ini rasanya,

Ponselku akhirnya berbunyi.


Aisyah, maaf. Aku terpaksa membatalkan pinanganku padamu. Akan kujelaskan semuanya. Bisa kita bertemu di tempat kemarin?

Kubalas pesan itu dengan kata 'iya'.

Perasaanku semakin berkecamuk. Bahkan, abah dan ummi tak mau menceritakannya padaku secara langsung. Sepertinya aku memang harus menunggu penjelasan darinya.

Hanya Ryan yang bisa menjelaskan situasi ini.


***

Hari ini aku bertekad untuk mengetahui semuanya. Ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi? Semua pertanyaan itu membuatku tak bisa tidur semalaman. Saat ini aku sudah tiba di tempat kami berjanji. Tapi dimana Ryan. Aku celingak-celinguk mencarinya. ah.. itu dia disana. Ryan mendatangiku dengan wajah murung. Ketika dia telah duduk di kursinya aku laangsung memborbardirnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di kepalaku semalaman ini. 

"Apa yang sebenarnya terjadi? Ada apa antara kau dan abah? Kenapa kau pulang begitu saja saat abah bilang dia tidak mengijinkan pernikahan kita? Kenapa kau menangis? Kenapa abah sangat lembut padamu? Kenapa kau meninggalkanku begitu saja?" air mataku mulai mengalir. 

Tangannya terjulur menghapus air mataku. Aku langsung kaget. Setahuku dia adalah orang yang menjaga diri dari hal-hal seperti ini. Aku sampai tak dapat berkata-kata. 

"Kita makan dahulu ya?" katanya tersenyum pahit. 

Kami memesan makanan. Walaupun sulit kutelan juga makanan itu. Berbeda dengan kemarin, saat ini aku sangat tidak berselera makan. Tapi kupaksakan juga. Selesai makan dia mulai buka suara. 

"Makanannya tidak enak ya??" 

"Aku hanya tidak berselera makan." jawabku jujur. 

"Baiklah. Aku akan mulai bercerita. Dengarkan terlebih dahulu. oke." Aku mengangguk tak sabar. 

"hufffhh... dulu sewaktu kau belum lahir. Aku punya seorang ayah yang sangat baik. Kau tahu kan perbedaan umur kita 5 tahun?" 

Aku mengangguk,

"Nah... saat itu.. aku sangat bahagia, memiliki keluarga yang lengkap. Tapi Ayahku, sempat hilang karena kecelakaan. Saat itu ibuku berpikir ayah sudah meninggal, satu tahun lamanya ayah menghilang. Tak tahan sendiri, ibu menikah lagi dengan ayahku saat ini. 

"Namun, keadaan membingungkan kami, ayah kembali dalam keadaan hidup dan kaget karena ibu menikah lagi. Ayah langsung berinisiatif untuk menceraikan ibu. Ayah tidak mau mengganggu kehidupan rumah tangga ibu. 

"Satu tahun kemudian ayah juga menikah lagi, dari istrinya ayah memiliki empat anak perempuan. Satu anak meninggal saat lahir, tapi kembarannya hidup. Ayah sebulan sekali datang ke rumah kami untuk melihatku, sampai saat ini. Ayah selalu menceritakan betapa cantik-cantiknya adik-adikku sekarang. Aku pernah bertemu salah satu dari mereka. Satu kali. Saat itu gadis itu masih bayi. Dia mungkin tidak pernah mengetahui kalau dia punya abang sepertiku. Saat ini ayah hidup bahagia dengan ketiga anak gadisnya. Ayah tetap mengunjungiku. kadang sendiri, kadang bersama ibu tiriku." 

"Tunggu apa hubungan cerita ini dengan masalah kita." kataku memotong. 

"Ayahku benar, bayi kecil itu sudah tumbuh jadi gadis yang cantik. Bahkan aku, abangnya saja jatuh cinta padanya. Kemarin saat datang ke rumahmu dan melihat abah, aku langsung tahu kalau kita tak akan mungkin menikah." 

"Maksudmu?" 

"Ayah kandungku adalah abahmu. Kembaran bayi yang meninggal itu adalah kamu. Dan adik bayi yang kutemui itu adalah kamu. Kita adalah saudara se-ayah aisyah. Kau adalah adikku." 

Air mataku jatuh tak terbendung. Jadi inilah alasan mengapa dia tidak melawan permintaan ayah kemarin. Inilah alasan mengapa ayah tak akan mengijinkan kami menikah sampai mati. Jadi inilah alasannya mengapa Ryan menyentuhku tadi. Ya Allah... mengapa ini harus terjadi... 

"Berhentilah menangis dik.. Aku mencintaimu karena Allah, sayang. Tapi jika Allah tak menghendaki jalan itu untuk kita bersatu. Lupakanlah. toh saat ini kita sudah bersatu dengan cara yang lain. Ikhlas dik." 

Iya... Ikhlas... itulah yang ku ucapkan berulang kali dalam hati di sela-sela tangisanku ini. 

* * *

Share:

1 komentar

  1. bagus sekali. saya sungguh tak menyangka dengan endingnya :" benar2 mengharukan :')

    BalasHapus

Apa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.