Aku Mencintaimu Karena Allah, Namu Jika Allah tak Mengizinkan...1^^
Menangis... yaa.. itulah yang saat ini aku lakukan.
" Abah... kenapa tak kau ijinkan aku menikah dengannya?? Aku mencintainya, bah.."
" nak, abah juga tidak ingin memisahkanmu dengannya, tapi.. dia bukanlah lelaki yang tepat untukmu."
" apa alasannya bah? Bolehkah aku mengetahuinya?" ucapku sambil menangis kembali.
" kau bisa bertanya sendiri kepadanya. Abah yakin dia sudah mengetahui alasannya. makanya dia langsung pulang tadi. Dengarkan abah aisyah, abah tidak akan melarangmu jika ia lelaki lain. Tapi dia, tidak!! Sampai matipun abah tidak akan mengijinkanmu dengannya." Abah pergi meninggalkanku menangis sendirian.
Ryan... dialah yang sedang kami perbincangkan. Seorang pemuda yang tampan, berbudi luhur dan taat beribadah. Subhanallah... Kata-kata itulah yang ku ucapkan ketika pertama kali melihat wajahnya. Subhanallah... Kata-kata itu pula yang ku ucapkan ketika melihat amal yang dilakukannya. Subhanallah... Kata-kata itu jugalah yang ku ucapkan ketika aku kerap berpapasan dengannya saat menuju mesjid kampus. Pemuda satu inilah yang menawan hatiku saat ini.
Beberapa bulan yang lalu, ia datang menemuiku untuk urusan kegiatan kampus. Sungguh hatiku tak dapat di bohongi. Aku menyukai untaian kata yang ia ucap dari sudut bibirnya. Cara berbicaranya yang tegas tapi lembut selalu terngiang di telingaku. Andai ia jadi pacarku. Itulah yang selalu aku ucapkan dalam hatiku ketika bertemu dengannya.
Aku sendiri bukanlah seorang gadis yang berjilbab lebar seperti teman-temannya. Hanya selembar jilbab paris berwarna putih yang ku miliki di rumah untuk keadaan darurat. Keluargaku adalah keluarga yang islami, tapi mereka memberikan segala keputusan padaku, apakah aku akan menutup auratku atau tidak. Aku bukanlah gadis yang taat beribadah dan bukan orang yang suka beramal. Tapi... aku jatuh hati padanya. Pada pemuda itu.
Setelah pertemuan kami saat itu, obrolan kecil sering kami lakukan ketika break makan siang. Entah kebetulan atau apa, teman dekatnya pacaran dengan temanku. Jadilaah kami sering makan siang bareng. Senangnya hatiku saat berbicara dengannya. Dia begitu sopan, tak jelalatan seperti temannya. Menjaga pandangannya dari mataku dan mataa temanku. Walau aku melirik ke arahnya, menatap matanya, dia tetap menundukkan pandangannya.
Hal itu terus berjalan hingga beberapa hari lalu, dia datang ke kelasku. Menunggu kelas itu sepi. Dia mendatangiku.
" Apakah kau ada waktu?"
" Ada apa?" kataku.
" Jika ada, bolehkan aku mengajakmu makan siang?"
" Boleh. Bukannya kita emang biasanya makan bareng ya? Leli dan niko mana?" tanyaku padanya.
" Mereka enggak ikut." jawabnya singkat.
" nak, abah juga tidak ingin memisahkanmu dengannya, tapi.. dia bukanlah lelaki yang tepat untukmu."
" apa alasannya bah? Bolehkah aku mengetahuinya?" ucapku sambil menangis kembali.
" kau bisa bertanya sendiri kepadanya. Abah yakin dia sudah mengetahui alasannya. makanya dia langsung pulang tadi. Dengarkan abah aisyah, abah tidak akan melarangmu jika ia lelaki lain. Tapi dia, tidak!! Sampai matipun abah tidak akan mengijinkanmu dengannya." Abah pergi meninggalkanku menangis sendirian.
Ryan... dialah yang sedang kami perbincangkan. Seorang pemuda yang tampan, berbudi luhur dan taat beribadah. Subhanallah... Kata-kata itulah yang ku ucapkan ketika pertama kali melihat wajahnya. Subhanallah... Kata-kata itu pula yang ku ucapkan ketika melihat amal yang dilakukannya. Subhanallah... Kata-kata itu jugalah yang ku ucapkan ketika aku kerap berpapasan dengannya saat menuju mesjid kampus. Pemuda satu inilah yang menawan hatiku saat ini.
Beberapa bulan yang lalu, ia datang menemuiku untuk urusan kegiatan kampus. Sungguh hatiku tak dapat di bohongi. Aku menyukai untaian kata yang ia ucap dari sudut bibirnya. Cara berbicaranya yang tegas tapi lembut selalu terngiang di telingaku. Andai ia jadi pacarku. Itulah yang selalu aku ucapkan dalam hatiku ketika bertemu dengannya.
Aku sendiri bukanlah seorang gadis yang berjilbab lebar seperti teman-temannya. Hanya selembar jilbab paris berwarna putih yang ku miliki di rumah untuk keadaan darurat. Keluargaku adalah keluarga yang islami, tapi mereka memberikan segala keputusan padaku, apakah aku akan menutup auratku atau tidak. Aku bukanlah gadis yang taat beribadah dan bukan orang yang suka beramal. Tapi... aku jatuh hati padanya. Pada pemuda itu.
Setelah pertemuan kami saat itu, obrolan kecil sering kami lakukan ketika break makan siang. Entah kebetulan atau apa, teman dekatnya pacaran dengan temanku. Jadilaah kami sering makan siang bareng. Senangnya hatiku saat berbicara dengannya. Dia begitu sopan, tak jelalatan seperti temannya. Menjaga pandangannya dari mataku dan mataa temanku. Walau aku melirik ke arahnya, menatap matanya, dia tetap menundukkan pandangannya.
Hal itu terus berjalan hingga beberapa hari lalu, dia datang ke kelasku. Menunggu kelas itu sepi. Dia mendatangiku.
" Apakah kau ada waktu?"
" Ada apa?" kataku.
" Jika ada, bolehkan aku mengajakmu makan siang?"
" Boleh. Bukannya kita emang biasanya makan bareng ya? Leli dan niko mana?" tanyaku padanya.
" Mereka enggak ikut." jawabnya singkat.
Aku bergerak mengikutinya menuju parkiran motor. Aku menaiki motor mio-ku dan dia menaiki motornya. Aku mengikutinya dari belakang. Kami bergerak menuju restoran kecil dekat kampusku. Setelah mencari tempat parkir cukup lama. Kami masuk ke dalam restoran kecil itu, memesan makanan dan mencari tempat duduk yang nyaman.
Cukup lama kami terdiam. Aku tak tahan dengan suasana ini.
" Kamu mau bicara apa?"Tanyaku penasaran.
" Kita makan dahulu ,ya?" katanya sambil tersenyum dan tetap menjaga pandangannya dariku.
Makanan kami tiba. Aku sangat penasaran dengan apa yang akan dikatakannya padaku hingga tanpa sadar aku melahap seluruh makananku dengan sangat cepat. Dia tersenyum melihatku.
" Kamu sangat lapar ya?" katanya.
" eh.. hmm" aku hanya bisa tersenyum menahan malu. Wajahnya berubah tegang ketika selesai makan. Aku jadi semakin penasaran melihat air mukanya yang berubah.
" Aisyah... lusa aku akan ke rumahmu." jujur aku bingung dengan kata-katanya.
" Mau ngapain? Mau pesan nasi kotak lagi? Kenapa enggak dari aku aja seperti biasanya?"Aku memikirkan kemungkinan itu karena emang ummi penyedia jasa katering. Biasanya sih ryan selalu memesan dariku. Tapi kali ini...
" Bukan. Aku..." Ada jeda dalam omongannya," ingin melamarmu."
Mataku melotot. Mulutku menganga. Aku terkejut. Aku tak percaya dengan apa yang aku dengar barusan. Dia... Ryan... ingin melamarku. This is too good to be true god. Aku tertawa.
" Kenapa?"
" Apanya?" katanya.
" Kenapa kau ingin melamarku?"
" Apakah perlu sebuah alasan untuk menikahi seseorang?"
" Mungkin yang lain tidak. Tapi aku... aku butuh alasan itu."
" Kenapa?" dia balik bertanya.
" Aku bukanlah seorang gadis yang baik Ryan. Aku tidak berjilbab. Ibadahku tidak konsisten. Amalku... jangan ditanyakan lagi. Aku tidak pantas jadi istrimu."
" Aku mencintaimu karena Allah, Aisyah dan aku akan menikahimu karena Allah juga. Apakah itu sudah cukup untuk menjadi alasan buatmu?"
" Kamu mau bicara apa?"Tanyaku penasaran.
" Kita makan dahulu ,ya?" katanya sambil tersenyum dan tetap menjaga pandangannya dariku.
Makanan kami tiba. Aku sangat penasaran dengan apa yang akan dikatakannya padaku hingga tanpa sadar aku melahap seluruh makananku dengan sangat cepat. Dia tersenyum melihatku.
" Kamu sangat lapar ya?" katanya.
" eh.. hmm" aku hanya bisa tersenyum menahan malu. Wajahnya berubah tegang ketika selesai makan. Aku jadi semakin penasaran melihat air mukanya yang berubah.
" Aisyah... lusa aku akan ke rumahmu." jujur aku bingung dengan kata-katanya.
" Mau ngapain? Mau pesan nasi kotak lagi? Kenapa enggak dari aku aja seperti biasanya?"Aku memikirkan kemungkinan itu karena emang ummi penyedia jasa katering. Biasanya sih ryan selalu memesan dariku. Tapi kali ini...
" Bukan. Aku..." Ada jeda dalam omongannya," ingin melamarmu."
Mataku melotot. Mulutku menganga. Aku terkejut. Aku tak percaya dengan apa yang aku dengar barusan. Dia... Ryan... ingin melamarku. This is too good to be true god. Aku tertawa.
" Kenapa?"
" Apanya?" katanya.
" Kenapa kau ingin melamarku?"
" Apakah perlu sebuah alasan untuk menikahi seseorang?"
" Mungkin yang lain tidak. Tapi aku... aku butuh alasan itu."
" Kenapa?" dia balik bertanya.
" Aku bukanlah seorang gadis yang baik Ryan. Aku tidak berjilbab. Ibadahku tidak konsisten. Amalku... jangan ditanyakan lagi. Aku tidak pantas jadi istrimu."
" Aku mencintaimu karena Allah, Aisyah dan aku akan menikahimu karena Allah juga. Apakah itu sudah cukup untuk menjadi alasan buatmu?"
Aku terdiam, membisu.
" Kenapa? Kau tidak mau??"
" Bukan!! Bukan karena itu. Aku mau... Aku mau sekali."
" Lalu?"
" Apa tidak apa-apa? Apa tidak apa-apa orang sepertiku menjadi istrimu?"
" Kalau menjadikanmu istriku adalah masalah, maka saat ini aku tidak akan melamarmu, Aisyah."
" Baiklah... Aku akan menunggumu dirumahku lusa ini."
" Aku akan datang dengan pakaian terbaikku."
" Terima kasih Aisyah.." ucapnya sebelum kami pulang.
" Kenapa? Kau tidak mau??"
" Bukan!! Bukan karena itu. Aku mau... Aku mau sekali."
" Lalu?"
" Apa tidak apa-apa? Apa tidak apa-apa orang sepertiku menjadi istrimu?"
" Kalau menjadikanmu istriku adalah masalah, maka saat ini aku tidak akan melamarmu, Aisyah."
" Baiklah... Aku akan menunggumu dirumahku lusa ini."
" Aku akan datang dengan pakaian terbaikku."
" Terima kasih Aisyah.." ucapnya sebelum kami pulang.
Tags:
cerita fiktif
0 komentar
Apa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.