Hinata Umi's Work

Jurnal 20 Museum : Museum Taman Prasasti #1

Setiap jiwa pasti akan mengalami kematian, dan kelak pada hari kiamat saja lah balasan atas pahalamu akan disempurnakan, barang siapa yang dijauhkan oleh Allah Ta’ala dari neraka dan dimasukkan oleh Allah Ta’ala ke dalam surga, sungguh dia adalah orang yang beruntung (sukses).
- QS. Ali Imran : 185 -

Museum Taman Prasasti sebenarnya bukan museum di Jakarta yang pertama kali aku kunjungi. Kalau diingat, museum Layang-layanglah yang mendapat kesempatan pertama itu. Namun, museum ini adalah museum yang paling berkesan untukku. Museum ini mengingatkan aku dengan betapa dekatnya kematian. Betapa aku tak bisa menghindarinya dengan cara apapun. Betapa aku tak akan bertemu dengannya meski sangat ingin dan betapa aku akan segera menemuinya meski tak ingin.

Dahulu, saat masih di sekolah Menengah Pertama, keinginan untuk bertemu si Sayap Hitam itu sangat tinggi. Terlalu banyak nikmat Tuhan yang aku abaikan hingga menganggap kehidupan begitu kejam padaku. Terlalu banyak hal-hal yang ada di luar nalar dan pemikiranku saat itu, yang membuat aku selalu berpikiran pendek. Terlalu banyak hal yang tak kusadari maknanya, yang membuatku tak pernah bisa sabar dengan keadaanku.

Percaya atau tidak, berkali aku mencoba menjemputnya. Namun, seperti kalimat yang Uum tebalkan di atas, sebesar apapun Uum ingin bertemu dengannya, selama belum waktunya, Uum tidak akan pernah bertemu dengannya. Pemikiran yang simpel, kan?

Tapi... itu dulu, sebelum pemikiran yang 'benar' di otak Uum muncul. Sebelum Uum paham, bahwa ia tidak akan pernah datang sebelum waktunya. Sekeras apapun Uum mencoba.

Lalu, atas dasar apa Uum 'main' ke museum Taman Prasasti ini? Sederhana, Uum ingin mengingat kematian. Mengingat bahwa hidup Uum sangat pendek untuk Uum habiskan dengan menyia-nyiakannya. Banyak sekali yang dapat Uum lakukan dengan waktu yang singkat itu. Bisa dengan duduk membaca buku, mendengar muratal sambil menulis, serta mengerjakan hal-hal produktif lainnya.

Singkat kata, mari kita hentikan obrolan Uum yang mulai melo-dramatis yang, tentu saja, tidak baik untuk teman-teman. Terkait perjalanan Uum sendiri akan Uum ceritakan dari awal. Tadinya Uum akan berangkat ke museum ini, bersama Amaya dan adiknya, Poe. Namun karena harus ke tempat tante mereka yang ada di Pulo Gadung dan tidak bisa kembali segera ke Depok. Jadilah Uum memutuskan pergi sendiri ke sana. Tapi memang rejeki tak pernah tahu kapan datangnya. Hari itu di tengah galau karena akan pergi sendiri ke tempat yang Uum baru pertama kali kunjungi, Uum post di FB bahwa Uum akan ke museum ini sendirian. Lalu, muncullah komentar balasan dari salah seorang sahabat Uum yang tinggal di Tanggerang, Ann. Jadilah Uum janjian sama beliau untuk pelesir bersama ke kuburan ini.

Uum ke museum ini dari Depok dengan memanfaatkan alat transportasi kereta Commuter Line, pada hari Rabu, 18 Februari 2015. Dari stasiun UI naik commuter tujuan Jakarta Kota turun di Stasiun Juanda. Dari Stasiun Juanda Uum nyebrang dan menunggu Jakarta City Tour Bus di halte Masjid Istiqlal. Terus naik dan turun di Halte Mahkamah Konstitusi. Dari situ Uum jalan kaki ke museum Taman Prasasti. Ga jauh kok. 15 menit jalan kaki.

Jakarta City Tour Bus, bus tingkat jalurnya HI - Pasar Baru

Busnya kosong XD


Setelah sampai di sana, Uum tidak langsung ketemu dengan Ann. Bus yang dia tumpangi ke Museum ini jalannya sungguh lambat sekali. Jadilah dia baru sampai sekitar jam dua siang dalam keadaan lapar dan lelah. Sambil menunggu Ann, Uum bersenang-senang dengan jepret sana-jepret sini. Bertemu dengan bule entah asalnya darimana yang bertanya "how do you find this grave interesting, young girl?" 


Dia menatap ke bawah loh, terlihat sedih banget matanya

Nah, ini (katanya) peti mati yang dahulu digunakan oleh preseiden dan wakil presiden pertama kita, IR Soekarno dan Moh. Hatta

ini Colloseum yang ada di dalam museum, isinya kuburan keluarga yang terdiri dari empat jenazah

ini pintu masuk dari dalem Museum Taman Prasasti

(katanya) sih ini kuburan pejuang jaman Jepang dulu

Nah, ini tiang penyambut di luar Museum Taman Prasasti

Ini partner in crime Uum waktu di Museum Taman Prasasti

Indah bukan, ada yang mau mencoba menginterpretasikannya?

Harpa, simbolis dari kelembutan, keindahan dan ketenangan. Sesuatu banget yang tibggal di dalamnya.

Nah, ini makam juga loh. 'dijaga' sama delapan malaikat di setiap penjuru mata anginnya.

Lupa deh, itu makamnya siapa =.= tapi makam ini juga 'dijaga' sama 4 malaikat

Ini lohh makamnya Soe Hok Gie, pada tahu kan itu siapa?

Malaikat ini yang ngejaga makam yng besar warna ijo tadi

Ini makamnya istri dari Thomas Raffles

Jaman dulu, peti mati tidak dibawa menggunakan mobil jenazah. Satu-satunya alat transportasi yang digunakan untuk memindahkan jenazah ke tempat peristirahatan terakhirnya adalah ini.

ada orang iseng noh yang nulis seenaknya di batu Nisan -_-

Ini sungguh keren parah. Lihat dua nisan putih yang ada di kanan kiri dan menghadap ke tengah. Ketiganya sekeluarga loh. Ada yang bisa menginterpretasikannya?

Sungguh keren banget kan ini? Suasananya ini loh XD

Setelah ketemu sama Ann kami malah mendiskusikan banyak hal. Mendiskusikan kehidupan malam teman-teman kami. Mendiskusikan pola pikir masyarakat yang masih terkungkung dengan aturan-aturan tak tertulis tanpa mempertimbangkan kehidupan. Dan lain sebagainya. Hidup ini menyenangkan loh teman-teman. :)

In the end, kami pergi ke Galeri Nasional dan menutup perjumpaan kami di sana. Tempat yang sungguh menyenangkan sekali. :)

Oh iya, bagi yang mau kesini, mungkin ini bisa jadi patokan:
- Harga tiket masuk : Pelajar : Rp. 2000, Mahasiswa : Rp. 3000, Umum : Rp.5000
- Jadwal buka : Selasa-Minggu pukul 10.00-15.00
- Saran : Bawa payung, museumnya outdoor soalnya teman-teman :)

Terima kasih, sudah membaca :)

Share:

0 komentar

Apa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.