Aku, Kau dan Sebait Cinta Pada-Nya
"Yang cinta gak ajak nista | yang taat gak ajak maksiat."
-Ustad Felix Siau-
Sebenarnya, Uum tidak terlalu menyukai cara dakwah ustad yang satu ini. Bagi Uum, beliau terlalu tegas dan (maaf) galak. Namun, kalimat ini, jujur saja menyentak hati Uum. Mempertanyakan kepada diri Uum sendiri,"Apa yang sebenarnya aku rasakan? Cintakah?"
Jika memang sebenarnya aku mencintainya, mengapakah aku memaksakan kehendakku padanya? Jika memang sebenarnya aku mencintainya, mengapakah aku malah melegalkan hal-hal yang tak seharusnya kulegalkan?
Tersentak? Ya... Aku tersentak. Setiap kali Ustad Felix, memunculkan kalimat itu di lini waktu Facebook-ku, setiap kali itu juga aku berpikir. Setiap kali itu pula aku seperti ditampar. "Apa itu Um?" Seolah ada yang selalu bertanya padaku tentang hal itu.
Aku sering berkata pada mereka, "jangan menahan apapun." Lalu aku juga berkata padanya, "Jangan menahan apapun." Lalu, ketika kata itu kukatakan pada diri sendiri, yang terjadi hanyalah penyangkalan. Bahwa hatiku mengatakan hal itu tak baik untuk dikatakan. Jangan dikatakan! Jangan diceritakan! Jangan!
Lalu aku bertanya lagi pada hatiku, apakah cintaku padanya sebegitu besarnya? Dahulu, aku akan dengan sangat yakin mengatakan 'ya'. Sekarang? Aku ragu. Mengapa berbeda?
Karena dahulu aku memasrahkan cintaku pada-Nya. Membiarkan segalanya diatur oleh-Nya. Berharap Dia mengatur jalan hidupku bersamanya. Hanya menatapnya dalam diam, sementara hati berharap cemas apakah ia membalasnya. Takut ketahuan memiliki rasa. Mencoba menarik perhatiannya sambil menutupi merahnya wajah menahan gemas. Tak ada rasa ingin memiliki di sana. Tak ada rasa takut kehilangan. Hanya pasrah dan berharap. Kalau diingat saat itu lucu sekali rasanya.
Tapi kini, ketika ia sudah tahu. Ketika akupun sudah tahu. Ketika akhirnya rasa ingin memiliki itu muncul. Ketika rasa harap berubah jadi tuntutan. Ketika menatap dalam diam berubah menjadi menatap dengan lantang. Ketika berharap cemas berubah menjadi khawatir kehilangan. Ketika takut ketahuan memiliki rasa berubah menjadi takut ketahuan tidak mau ditinggalkan. Ketika mencoba menarik perhatian berubah menjadi menarik matanya hanya menatap ke satu arah. Ketika itu, aku tahu, ada yang salah dengan rasaku.
Ada yang salah dengan cinta ini. Perasaan ini bukan cinta. Cinta adalah perasaan yang mendamaikan. Perasaan yang mengembangkan diri untuk selalu memperbaiki. Sedang perasaan ini adalah perasaan di mana aku memaksakan kehendakku pada-Nya. Memaksa menuliskan takdirku sendiri. Memaksakan jalan ceritaku sendiri. Padahal, untuk masalah perasaan, aku tak bisa memaksa. Mungkin akupun sudah membuatnya merasa tak nyaman.
Aku harus menjernihkan rasa ini sekarang. Menjernihkan rasaku. Melupakan semua keinginan itu. dan mengembalikan semuanya ke tangan-Nya.
Ini rasanya seperti teguran. Jarak ini, rasanya teguran dari-Nya padaku. Seolah Ia bertanya padaku, "mana yang lebih kau rindukan, ia atau Aku?" Serta seolah ia berkata padaku, "Aku cemburu dengan kedekatanmu padanya." Allah memang selalu punya cara terbaik untuk mengingatkanku ketika aku sudah terlalu berlebihan. Karena ketika aku berlebihan, aku akan menjadi alasan kuat untuk mendekatkannya ke pintu neraka. Dan aku sungguh tak mau itu terjadi.
Jarak ini akan kuingat sebagai pengingat dari-Nya, bahwa aku tak boleh menjadi penjerumus dia ke neraka :) SE~MA~NGAT~
Tags:
about me
0 komentar
Apa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.