Hinata Umi's Work

Eyes : Just The Way You Are



Kata mama ada cinta disana. Akupun tak tahu dimana cinta itu? Ketidaksempurnaan ini jelas bukan cinta, kan? Aku tak dapat melihat. Itulah kenyataanya. Dimana cinta itu? Bohong kan? Aku buta, jika ingin diperjelas. Aku tak dapat melihat apapun. Aku tak pernah tahu warna apapun. Aku buta sejak aku lahir. Sejak aku keluar dari perut mama dan menangis, aku tak dapat melihat wajah lelahnya setelah melahirkanku. Sejak aku keluar dari perut mama dan menangis, aku tak tahu seperti apa rupa khawatir ayahku.



Aku tak tahu apa itu merah, apa itu kuning, apa itu hijau, apa itu pelangi. Aku tak tahu bentuk apel itu seperti apa. Aku tak tahu bentuk dan wajah teman-temanku seperti apa. Aku tak tahu seperti apa huruf A atau seperti apa bentuk piano. Aku tak tahu setampan apa pria-pria Korea itu. Atau sebagus apa pemandangan matahari saat menjelang terbit atau terbenam. Aku tak tahu.

Aku hanya dapat merasakan seperti apa rupa seseorang atau bentuk sesuatu. Aku hanya dapat membayangkan bentuk abstrak di otakku. Aku hanya bisa membaca huruf braile yang diajarkan di sekolah tunanetra. Selain itu aku tak bisa apa-apa. Oh... aku ingat, aku dapat bernyanyi. ya... itu adalah kelebihanku dibanding tunanetra lain. Aku dikaruniai suara dan pendengaran yang bagus. Seperti hari ini...

" Mbak... hari ini mau nyanyi apa?" Rina namanya, salah satu tunanetra yang punya kelebihan memasak.
" Kamu maunya apa? Mbak nyanyiin deh..."
" Aku... aku sebenarnya pengen dengar lagunya itu loh mbak, yang just the way you are, ehm.. Siapa ya yang nyanyi? Aku lupa deh."
" Bruno Mars?"
" Ah... iya mbak dia. Boleh enggak mbak?"
" Boleh-boleh... nih aku nyanyiin."

'her eyes, her eyes
make the star looks like they're noy shinning,
Her hair, her hair
falls perfectly without her trying.
She's so beautiful and I tell her everyday...'

Begitulah aku melanjutkan lagu itu sampai selesai. Dia sepertinya menangis, ku dengar dia beberapa kali sesenggukan. Setelah selesai, penasaran aku bertanya.

" Tumben minta nyanyiin lagu ini, kenapa?"
" Aku cuma berpikir mbak, orang seperti kita, bisakah menemukan pria yang seperti itu? Yang bisa bilang, 'cause you're amazing just the way you are' ke kita dengan keadaan mata kita yang seperti ini."

Aku hanya bisa terdiam mendengar pertanyaannya itu. Aku ingin menyemangatinya, mengatakan "pasti ada!". Tapi aku tahu jika aku mengatakan sesuatu hanya untuk membuatnya tenang, Itu sama saja aku mengingkari kenyataan. Kami, orang yang tak dapat melihat cahaya, tak boleh berharap untuk hal seperti itu. Semua orang disini tahu tentang hal itu.

Rina termasuk yang beruntung menurutku. Dia masih dapat melihat cahaya dan warna sampai umur 15 tahun. Rina mengalami kecelakaan yang menyebabkan matanya harus diangkat. Tapi dia masih dapat melihat jika dia mendapat donor mata. Walaupun kami tahu, itu kecil sekali kemungkinannya. Karena donor mata hanya akan ada jika ada orang yang sudah setuju mendonorkan matanya sebelum meninggal. Matanyapun baru dapat didonorkan jika dan hanya jika orang tersebut sudah meninggal. Mengharapkan donor mata sama saja dengan mengharapkan orang lain cepat mati. Dan tak ada satupun dari kami yang menginginkan hal itu.

" Pasti ada Rina, Kau tahu aku akan melakukan hal itu pada seseorang mungkin beberapa bulan atau minggu lagi."

Suara seorang pria memecahkan pemikiran sendu kami. Dari suaranya aku tahu, dia adalah kak Bagas. Salah satu orang yang mengajarkan bahasa inggris di sekolah tunanetra ini.

" Ah... kakak pastilah mencari seorang gadis sempurna. Tidak mungkinlah yang seperti kami ini." Rina menjawab dengan santai.

Ya.. di titik ini aku setuju dengan Rina. Kak Bagas adalah pria sempurna, jika kau tahu apa yang kumaksud dengan sempurna. Tidak sulit sepertinya untuk dia mendapatkan gadis yang sempurna pula. Umurnya juga masih sepantaran kami. Sekitar 24-an. Masih cukup mudah untuknya mendapatkan istri yang 'sempurna', bukan?

" Pastilah Rin, mosok iya aku mencari yang tidak sempurna. Yang kudapat ini malah lebih dari sempurna, Rin. Amazing."

Kudengar kak Bagas menekankan kalimatnya pada dua kata 'sempurna' dan 'amazing' yang entah kenapa membuatku merasa, yah... cinta memang akan sangat jauh dari kami.

" Tuh kan.. Ga usah ngomong kalo gitu kak!!" Rina memprotes kak bagas yang langsung disambut tawa geli dari kak Bagas.
" Iya nih kak Bagas, jujurnya kelewatan." Aku merasa harus menambahi hal itu.
" hmm.. jadi menurutmu aku jujur, La?" Dari nada suara yang kudengar, kak Bagas sepertinya masih melanjutkan becandanya.
" Iya kak. Tapi kelewatan."

Kak Bagas dan Rina tertawa keras. Aku tidak mengerti apa yang mereka tertawakan.

" Sudah.. sudah.. ngobrol dengan kalian malah membuatku tertawa terus. Aku sampai lupa kan, ini tuh waktunya kalian belajar bahasa Inggris."
" Iya kak, iya.."

Kak Bagas adalah satu-satunya mentor muda yang ada di sekolah ini. Dibanding yang lain yang umurnya sudah empat puluh tahunan. Banyak siswa disini yang berharap bisa diajar oleh kak Bagas. Tapi berhubung dia masih muda dan hanya relawan disini, dia hanya diijinkan mengajarku dan Rina karena kami adalah yang cukup cepat dalam mempelajari sesuatu.

" Ngomong-ngomong, sebelum belajar, aku ingin bertanya " Kak Bagas terdiam sebentar.

Aku mempertajam pendengaranku dengan seksama, ingin tahu apa yang kak Bagas ingin tanyakan.

" Kalian datang kan ke acara minggu depan?"
" Aku sih datang kak, kan enggak ada kerjaan di rumah. Belum ada yang diurus. Mbak Laila mah, udah pasti datang, kan dia bakal nyanyi disana."
" Oh.. begitu. Baiklah. Aku hanya ingin mempertanyakan itu tadi. Mari kita mulai belajar."

Dan hari itu kami melanjutkan pelajaran kami.

***

Hari H setelah Laila tampil di pentas menyanyikan lagu favoritnya 'Somewhere Out There' seseorang menarik tangannya, menahannya di panggung. Laila mendengar suara dari sekitar panggung. Suara-suara seperti 'ciyeeeee', ' waaaah...' Tapi tak ada yang menyebutkan nama orang yang sedang memegang tangannya.

" Siapa?"

Laila akhirnya bertanya setelah tak juga mendapatkan clue siapa yang memegang tangannya. Orang itu tidak bersuara. Para tunanetra yang lain juga tidak bersuara, mereka tak tahu apa yang sedang terjadi. Beberapa dari mereka ada yang bertanya pada guru mereka yang hanya dijawab dengan 'dengar saja.'

" Kamu siapa?" Laila memberanikan diri untuk menyentuh tangan orang yang memegangnya. Merabanya untuk dapat merasakan wajah orang yang sedang menggenggamnya itu. Orang itu kembali menahan tangannya dan membimbingnya duduk pada sebuah kursi. Tidak beberapa lama tangan itu memberikan microphone pada Laila. Laila menggenggam microphone itu dan tahu dia sedang diminta untuk menyanyikan sebuah lagu.

Tidak berapa lama, terdengar bunyi senandung gitar dari sebelah kanannya. Laila kenal intro ini, F Dm Bb F...

Ini kan Just the way you are-nya Bruno Mars. Jangan-jangan dia...

Terdengar teriakan dari tengah penonton yang langsung dikenali Laila sebagai suara Rina.

" Brunoooo Marrrrsssss..... Kak Bagas... Kak Bagas...."

Ini saatnya aku mulai kan?

" Her eyes her eyes
makes the stars looks like they're not shining.
Her hair her hair
falls perfectly without her trying,
she's so beautiful and I tell her Everyday." 

Laila mengambil jeda sebentar. Terdengar di telinganya Rina kini mengucapkan namanya dan Bagas bergantian.

" I know, I know,
When I compliment her she won't believe me.
and it's so, it's so sad
to think she don't see what I see
But Everytime she asks me do I look Okay," 

Tiba-tiba suara orang yang ada di sampingnya keluar.

" I say.." 

mereka mengucapkannya bersama. Lalu tangan orang itu menyentuh tangan laila untuk berhenti.

" When I see your face,It's not the thing That I would changeBecause you're amazingjust the way you are," 

Laila kaget bukan main setelah mengenali suara itu. Ya... benar itu suara kak Bagas.

Lagu ini untuk siapa? Laila celingukan walaupun ia tahu percuma. Tidak ada yang dapat dilihatnya.

" and when you smile,
the whole world stops and stares for a while
because you're amazing,
just the way you are."

Kak bagas masih menghentikan nyanyiannya sambil menyentuh tangan Laila untuk melanjutkan. Laila-pun melanjutkan bagiannya lagi dengan bingung. Sampai...

" oooh.you know, you know, you know,
I'd never ask you to change,If perfect what you're searching forthen just stay the same,so, don't ever bother asking
if I look okay, you know I say.. " 

Secara naluriah Laila melanjutkan lagu itu berbarengan dengan kak Bagas. Suara mereka berpadu dengan indah. Hingga membuat penonton terdiam. Ketika lagu itu selesai. Laila dan kak Bagas terdiam di atas panggung.

Tiba-tiba alunan gitar mengalun kembali, Laila tahu lagu ini. Lucky- Jason Miraz feat Colbie Calliat. Kak Bagas memulai lagunya.

" Do you hear me,
I'm talking to you
Across the water,
Across the deep blue ocean
under the open sky..
oh my, Baby I'm trying.." 

Laila tahu ini bagiannya. Maka dari itu ia melanjutkannya.

" Boy, I hear, in my dreams.I feel you whispers across the seaI keep you with me in my heart" 

Ketika Laila baru akan bersuara untuk melanjutkan suara gitar berhenti. Laila pun berhenti bernyanyi. Sejenak tak ada suara, dari penonton ataupun mereka berdua.

" Really? You hear me? You keep me in your heart, Laila?" Terdengar sorakan dari penonton. Laila terdiam.

" Why? Don't you want say something?" Bagas kembali bertanya. Hening. Penonton kembali terdiam. Serius mendengarkan. Laila menurunkan microphone-nya.

" Kak ini ada apa?" Laila bertanya dengan suara pelan. Gitar kembali mengalun. Suara Bagas terdengar lagi.

" Lucky I'm in love with my best friend
Lucky to have been where I have been
Lucky to be coming home again.

You don't know How long it takes
waiting me to brave like this
sing a song for you like this
I wish you know what I mean
I wait for you, Just reply it now
To me..." 

Suara gitar kembali berhenti.

Laila shock. Terdiam. Tadi barusan kak Bagas, mengganti liriknya. Kak Bagas, menggenggam tangan Laila.

" Laila, will you marry me?" Terdengar suara penonton menggema.
" Tapi kak aku..."
" Aku tidak peduli kau sempurna atau tidak, di mataku kau yang paling sempurna. Tak ada yang lain. Maukah kau menjadi istriku?"
" Terimaa... Terima... Terima..." Suara penonton berkali-kali mengulang kata-kata itu.
" Aku... ya Kak... aku mau..."
" Terima kasih, Laila."

Bagas kembali duduk di kursinya. Gitar mengalun kembali. Laila sadar ini bagian dimana dia dan Bagas bernyanyi bersama lagi.

" Lucky, I'm in love with my best friend
Lucky to have been where I have been
Lucky to be coming home again...
uuuhhh...uuuuhhh....uuuhuhu...uuuuuuuuh...."

Tepuk tangan meriah dari penonton mengakhiri lagu itu. Laila sadar, walaupun ia tak dapat melihat warna, tak dapat melihat cahaya, selama ia masih dapat merasakan cinta, hidup ini akan baik-baik saja. Karena selama ini seperti itulah dia hidup. Mengandalkan cinta dari orang lain dan dari dirinya sendiri.
****

Share:

0 komentar

Apa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.