Hinata Umi's Work

DELETE, Kisah 1

Seorang gadis sedang duduk di pinggir jalan bersama seekor kucing yang mengeong di kakinya. Matanya sendu. Bajunya terlihat lusuh. Jemarinya menyentuh wajah kucing kecil itu dengan lembut. Di bibirnya tersungging sebuah senyuman lelah.

Jika harus dipertanyakan kembali, dia juga bukan seorang gadis. Sudah lama seharusnya label itu lepas dari dirinya. Wanita? Mungkin. Ia hanya bisa tersenyum lelah jika harus meratapi hidupnya kembali. Tak ada waktu.

"kau terlihat sangat lapar kucing kecil."
"meaaaoouuwww."

Wanita itu tersenyum.

"aku... juga lapar. Aku juga tak punya rumah. Tua bangka itu pemiliknya. aku tak bisa tingal bersamanya." Mata gadis itu berkilat menahan amarah yang mengguncang dirinya.
"miaow?" Kucing kecil itu menatap dengan wajah bingung seolah mengerti yang diucapkan gadis manis itu di hadapannya.
"Dia ayahku. Tua bangka itu ayahku. Ayah angkatku lebih tepatnya."

Tatapan mata kucing itu beralih menatap makanan yang dipegang oleh sang gadis.

"kau lapar? ini ku bagi makananku denganmu."

Dia mencuilkan roti abon yang di pegangnya sedikit dan menyuapkannya ke kucing itu. Sang kucing merebut potongan kecil roti itu terburu-buru dari telapak tangan si Wanita. Seolah takut roti itu akan ditarik kembali. Wanita itu tersenyum melihat tingkah kucing yang lucu itu. Matanya kembali menerawang, mengingat kejadian demi kejadian yang dialaminya sejak kecil bersama ayah angkatnya itu.

* * *

"Rina... Rina..." Terdengar suara gaduh dari luar kamarnya.
"ya ayah..."
"kenapa kau belum masak makanan?"
"maaf, ayah. tadi rina mengambil jemuran sebentar. Sebentar lagi akan hujan. Rina takut jemurannyaa akan basah."
"baiklah. tak usah kau pikirkan lagi jemuran itu. Tak usah juga kau masak makanan untuk kita." Mata sang ayah sedang berkilat melihat ke tubuh gadis kecilnya yang tak mengerti apa-apa.
"kenapa ayah? Ayah tidak lapar?" Jemari ayahnya menyentuh bahu gadisnya.
"tidak nak, ayah lapar sekali."
"kenapa aku tidak boleh masak? Tidak ada makanan ayah di dapur."
"ayah punya makanan yang lebih enak."
"maksud ayah??"

Tubuh sang ayah mendekat dan mencium bibirnya. Rina memberontak sekuat tenaga. Tapi apa daya tubuhnya kalah kuat dengan tubuh ayahnya. Ia hanya seorang gadis kecil berumur 10 tahun yang tingginya pun tak lebih dari separuh tinggi ayahnya itu. Apa yang dapat ia lakukan?

* * *

Wanita itu menggelengkan kepalanya kuat. Ingin menghapus ingatan itu dari otaknya. Kucing itu mengeong sekali lagi. Rupanya potongan kecil roti tadi tidak cukup untuk mengenyangkan perutnya. Wanita itu memberikan sepotong kecil lagi roti abon yang ada di tangannya. Matanya sembab mengingat pengalaman buruknya itu.

Tak apa, kini aku sudah jauh dari jangkauannya. Aku sudah jauh dari tua bangka bangsat itu.

Ulangnya berkali-kali dalam hati. Mencoba untuk meyakinkan hatinya yang tak yakin.

Kini dia menatap balon yang dipegangnya. Balon itu sangat tipis dan terlihat rentan. Ada tulisan "DELETE" besar di tengah balon itu. Belum ditiup. Ia teringat kejadian tadi pagi saat ia menangis di jalan raya.

Kata lelaki itu, jika aku meniup balon ini sampai pecah dan mengingat hal yang ingin aku lupakan, maka hal itu akan hilang dari ingatanku selamanya. Mana mungkin ada hal seperti itu. 

Rina meniup balon itu sampai setengah penuh. Ditatapnya lagi balon di tangannya itu, Tidak, katanya dalam hati, aku tidak akan meniup balon ini sekarang, kasian kucing kecil ini. Nanti dia kaget.

Bersambung.... 

DELETE, Kisah 2

Share:

0 komentar

Apa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.