Hinata Umi's Work

[ARTIKEL] Kunci Cerita dengan Setting Maknyos: RISET

"Research is what i am doing when I don't know what am I doing."

-Wernher von Braun-

* * *

Mungkin sebagian teman-teman di sini sudah tidak asing lagi dengan kata riset.

Apa itu riset?

Menurut KBBI V, Riset adalah penyelidikan (penelitian) suatu masalah secara bersistem, kritis, dan ilmiah untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian, mendapatkan fakta yang baru atau melakukan penafsiran yang lebih baik.

Sejalan dengan definisi itu, Riset di dalam tulisan juga bertujuan senada yaitu, mengumpulkan semua fakta yang akan digunakan di dalam cerita. Apapun genre yang kita tulis, apapun jenis tulisan kita, tanpa riset yang mumpuni, tulisan kita hanya akan menjadi bahan lelucon bagi pembaca. Bahkan, di kasus ekstrim, riset yang mumpuni bisa menunjukkan seberapa banyak dan luas pengetahuan penulis tentang apa yang dia tulis.

Lah, memangnya sepenting apa riset itu sampai-sampai bisa menunjukkan tingkat pengetahuan penulis?

Kita ambil beberapa contoh kasus:
  1. Ada sebuah kecelakaan cukup parah, ambulans datang. Petugas medis dengan segera mengangkat korban ke tandu dan menaikkan korban ke ambulans.
  2. Ada sebuah kecelakaan cukup parah, ambulans datang. Petugas medis dengan segera melakukan cek dan ricek pada keadaan korban sebelum melakukan tindakan apapun. Petugas melakukan cek fraktur singkat di titik-titik vital korban. Ditemukan patah tulang leher, lalu petugas memakaikan bantalan leher ke korban. Setelah terpasang dengan baik, petugas mengangkat korban ke tandu lalu menaikkan korban ke ambulans menuju Rumah sakit.


Contoh 1 adalah contoh cerita yang tidak menggunakan riset mumpuni, namun sering dilakukan penulis. Tahukah kalian jika ada cacat, luka, bengkak atau apapun di tubuh korban kecelakaan (apalagi kecelakaan berat) harus ditindaklanjuti dalam waktu 30 menit pertama setelah benturan? Ohohoho. Bayangkan misinformasi apa yang kita berikan pada pembaca saat menuliskan hal tersebut?

Atau contoh lainnya:


Ia terjun ke sungai Kalimalang dari jembatan tol Kalimalang. Ia terseret arus jauh dan terdampar ke sungai Bekasi dan diselamatkan oleh nelayan.


Contoh di atas adalah contoh cerita dengan riset yang buruk. Ada tiga kesalahan di sana:

Pertama, sungai  Kalimalang Bekasi itu sungai dangkal, maka tokoh 'ia' harusnya sudah mati kalau ia terjun dari jembatan layang. 

Kedua, sungai Kalimalang dengan jembatan tol Kalimalang itu jaraknya cukup jauh, jadi kalau si tokoh utama terjun maka dari pada jatuh ke sungai, tokoh utama akan jatuh ke aspal. Harusnya (sekali lagi, dia sudah mati). 

Ketiga, kecuali ada bencana banjir bandang (yang agak aneh kalau terjadi di Kalimalang karena posisinya yang jauh dari gunung) tidak mungkin si Korban yang jatuh ke sungai bisa terseret. Aliran sungai Kalimalang itu lambat, kalau pernah lihat aliran got, ya, seperti itu. 

Itu baru dua contoh. Belum contoh lainnya yang sering sekali Umi temukan, seperti hamil karena berenang? Itu contoh ekstrim, masih banyak, kok, misinformasi atau kesalahan riset lainnya yang sering terjadi baik di dunia kepenulisan, maupun di  dunia kreatif lainnya seperti film, komik, dkk.

*Kenapa kita butuh riset?*

Ada banyak alasan kuat kenapa kita harus melakukan riset sebelum kita menulis. Baik itu artikel, maupun fiksi seperti novel dan cerpen. Terasa tidak penting tapi justru itulah yang akan menjadi poin khusus cerita kita. Di bawah ini Umi berikan beberapa alasan utama, kenapa kita harus melakukan riset sebelum menulis:

  • Agar tulisan kita memberikan informasi sesuai fakta. Jika melihat contoh kecelakaan tadi, bayangkan seberapa fatalnya jika pembacamu menganggap bahwa petugas ambulans sebaiknya mengangkat korban langsung menggunakan tandu membawanya ke Rumah Sakit tanpa melakukan cek-ricek? Yep. Korban tersebut akan segera meninggal begitu tandu diangkat. 
  • Memberikan kedekatan antara pembaca dengan cerita. Pembaca yang tidak merasa dekat cerita, akan sulit menikmati yang dia baca.
  • Mempermudah kita dalam menjelaskan sesuatu yang sulit. Menulis adalah proses berpikir. Mencurahkan isi pikiran ke dalam tulisan tanpa ada ilmu yang cukup dan mumpuni sebagai dasarnya hanya akan menghasilkan tulisan kosong. Riset memberikan isi yang cukup untuk tulisan kita.
Nah, sekarang, kita sudah mengetahui seberapa penting riset itu. Jadi, gak ada, dong, alasan lagi untuk kita gak  mau riset. 

*Alasan, mah, ada selalu! Kan, kita gak tahu caranya riset.*

Melakukan riset untuk menulis tidak jauh beda dengan melakukan riset untuk kebutuhan pengetahuan ilmiah. Kamu hanya perlu  untuk rajin membaca dan mengamati.

Semakin banyak bacaan kamu, semakin banyak yang kamu tahu. Semakin banyak pula hal-hal yang bisa kamu tuliskan sesuai dengan kenyataan.

Semakin banyak kamu mengamati, semakin banyak pula yang kamu pahami. Semakin dekat pula kamu nantinya dengan pembacamu.

Banyak metode yang bisa kamu gunakan untuk riset. Misalnya dengan googling atau membaca buku. Tapi ingat, deskripsikan hanya yang akan kamu pakai di dalam cerita. Contoh bagus adalah novel-novel Dan Brown yang detail menjelaskan lokasi yang dia pakai.

*Riset untuk cerita terdiri dari beberapa jenis, ada apa aja?*

1. *Riset suasana, tempat dan waktu.* Jangan sampe kamu nulis tempatnya di Belanda di era victoria tapi semua tokohnya berppakaian modis ala anak gahol jaman sekarang atau nulis cerita bersetting di kerajaan majapahit tahun awal berdirinya, tapi mereka punya vacum cleaner dan lain-lain. (kecuali kamu punya alasan tepat yang bisa kamu jelaskan ke pembaca kenapa bisa seperti itu.)

2. *Riset Karakter.* Ini juga, kamu ingin nulis karakter yang memiliki down syndrome, tapi wajah dari karaktermu malah kayak nenek sihir atau kayak Hermione. manlah mungkin~~

3. *Riset Genre.* Bayangkan kamu ingin menceritakan kisah *fantasi* tapi kamu tidak menunjukkan bahwa cerita itu adalah cerita rekaan? atau kamu ingin menulis cerita sci-fi tapi ga ada ilmiahnya sama sekali?

4. *Riset printilan* wkwkwkw, pernah baca deksripsi yang menyebutkan kain satin yang kasar? Atau profesi dari tokoh utamamu yang agak aneh? Atau yang sering fatal, pakai POV1 tapi bisa dengar hati tokoh lain? Ini adalah contoh-contoh dari riset yang setengah hati.


*Penting untuk diingat*

1. Selalu catat apapun yang menarik dan baru kamu ketahui tentang setting yang akan kamu ceritakan. Terutama jika setting tersebut bukan ranah utama atau sesuatu yang familiar untukmu. 

2. Selalu perhatikan hal-hal kecil yang mungkin luput dari perhatianmu, misal: jarak tempuh dari satu daerah ke daerah lainnya, atau tekstur dari satu benda.

3. Selalu baca ulang tulisanmu, jangan sampe ada  hal yang tidak sesuai fakta.

4. Riset itu penting, tapi kelogisan cerita juga penting, jangan sampai saking getolnya kamu riset, karaktermu yang cuma guru ekonomi SMP biasa, tahu tetang anatomi tubuh manusia tanpa alasan yang jelas.

Nah, sekian dulu dari Umi, silakan dibaca dan tanyakan jika ada yang kurang jelas.

Share:

0 komentar

Apa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.