Hinata Umi's Work

[ARTIKEL] Apa Itu Karakter Bulat?

Karakter bulat


Dalam merancang tokoh dan karakternya, kita harus memperhatikan beberapa aspek. Salah satu di antara aspek tersebut adalah dimensi dari karakter yang kita ciptakan. Di artikel Cara Menulis Novel 3: Menghidupkan Karakter kita sudah mempelajari beberapa tip dan trik untuk membuat karakter yang baik. Namun, baik dan memiliki ciri khas saja belum cukup untuk membuat tokoh kita menjadi karkater yang dekat dengan pembaca. 

Seperti kita, dia harus memiliki dimensi. Nah, dimensi apa saja yang harus ditunjukkan dalam cerita? Dari yang Umi pahami ada tiga jenis dimensi yang perlu ditampilkan, apa saja? Check this out!

Dimensi Fisik

Pada beberapa tulisan kita sering sekali melihat penulis mendeskripsikan tokohnya melalui tampilan fisik. Seperti umur, tinggi badan, berat badan, jenis kulit, rambut, warnanya apa, berpakaian seperti apa, sepatu yang dia kenakan, kontur wajah, dan sebagainya. 

Deskripsi-deskripsi inilah yang disebut dengan dimensi fisik dari tokoh.

Kalau kita ambil beberapa contoh, misalnya saja tokoh Gu Jun-pyo dari drama Korea Boys Over Flower, di sana diceritakan Jun-pyo memiliki tubuh tinggi, berambut keriting, dengan wajah yang selalu menampakkan kesombongan. 

Kita cek lagi sebuah drama dari Jepang berjudul Kimi Ni Todoke khususnya tokoh Kuronuma Sawako yang penampilannya mirip hantu Jepang, Sadako. Dengan rambut hitam panjang yang hampir menutupi seluruh wajahnya, kulit seputih salju, gaun putih selutut, tatapan mata yang tajam. Kurang mirip apa dia sama Sadako?

Terus kalau kita ambil drama lain yang berasal dari China berjudul Go! Go! Squid! Di situ ada tokoh bernama Hanshang Yan dan Tong Nian. Han Shangyan digambarkan sebagai tokoh gamer cybersecurity yang selalu berpakaian hitam dan terlihat dingin. Sementara, Tong Nian digambarkan sebagai gadis pendek berpakaian pink dengan headset bermerek Kraken yang selalu menggantung di lehernya. 

Dari beberapa contoh di atas, kita bisa lihat peranan dari dari Dimensi fisik ini, bukan? Dimensi fisik ini memberikan ciri khas yang tampak kepada karakter kita. Tampak oleh pembaca, tampak juga tokoh-tokoh di dalam cerita. 

Dimensi Sosial

Setiap manusia di dunia ini memiliki hubungan sosial dengan orang lain. Bentuknya bisa beragam, dan apapun bentuknya menunjukkan bagaimana posisi manusia tersebut di tengah masyarakat, di tengah sistem, dan di tengah struktur serta aturan kemasyarakatan. Betul?

Umi misalnya, Umi memiliki hubungan sosial dengan kalian, dengan teman-teman Umi. Beberapa menganggap Umi sebagai yang punya ilmu. Beberapa dari kalian menganggap Umi sebagai orang yang butuh ilmu. Beberapa menganggap Umi teman. Beberapa juga menganggap Umi sebagai partner diskusi yang setara. Dari deskripsi itu bisa terlihat posisi Umi di tengah teman-teman. Mungkin dalam cerita fiksi akan diceritakan lebih dramatis

Balik lagi ke dimensi sosial tadi, di beberapa novel yang Umi ingat, dimensi sosial yang digambarkan bahkan tidak hanya sebatas dimensi dan posisi tokoh di dalam cerita, tapi juga tatanan sosial masyarakat dalam cerita.

Misalnya Dewi Ayu di dalam novel Cantik Itu Luka, Umi rasa tidak ada seorang pun yang akan membantah Umi kalau Umi bilang di novel itu sangat kental nuansa tempoe doeloenya. Pak Eka Kurniawan berhasil menggambarkan dengan baik kehidupan Dewi Ayu dan lingkungannya sebelum dan sesudah meninggal. Bahkan, beliau berhasil membawa kembali nuansa kehidupan jaman penjajahan.

Di buku lain, misalnya di karya Tere Liye yang berjudul Pulang. Di sana tertulis suasana masyarakat pada saat itu. Bagaimana Bujang yang tinggal di desa dan akhirnya dirawat oleh Tauke Besar. Istilah tauke besar di sana mengacu pada tahun 1980-2000. Saat itu, pedagang-pedagang kaya dipanggil tauke oleh orang-orang di sekitarnya.

Hal-hal seperti inilah yang disebut sebagai dimensi sosial di dalam cerita. Di novel Pulang dimensi sosial ini ditunjukkan dengan strata antara tauke besar, Bujang, Frans, dan keluarga Tong. Di novel Cantik Itu Luka dimensi sosial ini ditunjukkan dengan kelas sosial yang terbentuk berdasarkan standar dan stigma. Di novel lain mungkin bentuknya berbeda, entah itu status pekerjaan, cinta, pendidikan, dan kekayaan.

Pada kebanyakan kasus, standar, stigma, kelas sosial, pekerjaan, cinta, atau tatanan sosial menentukan tujuan dan prinsip seseorang. Begitu juga tokoh yang kita ciptakan dalam kisah fiksi.
 

Dimensi Psikologi

Terakhir adalah dimensi psikologi

Kita memiliki penampilan yang menarik. Kita memiliki pekerjaan yang bagus. Kita memiliki kekayaan yang cukup. Kita lahir di tengah keluarga yang baik. Kita hidup di lingkungan masyarakat yang terdidik. 

Kita memiliki penampilan yang tidak sesuai standar. Kita berjuang keras untuk mendapatkan bahkan hanya untuk sesuap nasi. Kita butuh untuk mengemis agar mendapatkan pekerjaan yang layak. Kita lahir di keluarga yang untuk tersenyum pun sulit. Kita ... hidup di lingkungan yang keras.

Kesemuanya itu membentuk siapa diri kita.

Orang kaya yang hidup dengan serba berkecukupan, tujuan hidupnya mungkin lebih ke pendidikan yang tinggi, pasangan, karir di perkantoran, tempat jalan-jalan, membuka usaha dengan jenis startup, dan sebagainya. Orang yang secara finansial kekurangan, tujuan hidupnya mungkin lebih sederhana seperti memastikan keluarganya hidup layak, sekolah anak terjamin, atau bebas dari hutang.

Anak yang kecilnya sering mendengar orang tuanya bertengkar, saat dewasa mungkin akan trauma mendengar teriakan atau bentakan dari orang-orang di sekelilingnya. Orang dewasa yang saat kecilnya sering mendapat pujian, mungkin sekarang dia penuh percaya diri dan berkarisma.



Intinya, ketiga dimensi ini saling melengkapi satu sama lain. Ketiga dimensi inilah yang membentuk diri dan identitas karakter kita. Karena itu pula, ketiga dimensi ini harus ada di dalam cerita.


Loh, Terus Karakter Bulat Itu Apa?

Nah, karakter bulat sendiri adalah karakter yang memenuhi ketiga definisi di atas. Karakter bulat adalah karakter yang kepribadiannya terbentuk sebagai akibat dari hubungan sebab akibat yang muncul sepanjang hidupnya.

Dewi Ayu yang menginginkan anak buruk rupa karena semua anaknya yang lain bernasib tidak baik dengan paras ayu mereka. Bujang yang tidak ingin menyentuh alkohol sedikit pun karena ingin tetap menghormati pesan ibunya agar menjaga perut dari yang haram. Semua karakterisasi ini terbentuk atas 'pilihan hidup' serta latar belakang mereka yang diceritakan serta digambarkan melalui ketiga dimensi di atas. Thus, ini membuat karakter mereka bulat atau kompleks.

Karakter yang bulat biasanya memiliki kedalaman pemikiran pada setiap tindakan yang mereka ambil. Dari diskusi dengan salah satu teman penulis bernama Cunul, Karakter yang bulat bisa dilihat melalui aksi konsekutif dari hubungan sebab akibat seperti di bawah ini:

Masa LaluKarakterisasi awalMasa depan (character Development)

 


Masa lalu membentuk karakterisasi tokoh kita di awal cerita. Dia yang takut ketinggian. Dia yang gugup saat melakukan presentasi. Dia yang jago main basket. Dia yang periang dan ramah. Dia ragu-ragu saat menolong orang lain. Semua ini muncul karena masa lalu yang pernah dialami oleh si tokoh. Entah itu baik, entah itu buruk.

Ketika tokoh kita mulai bergerak dan plot cerita mulai berjalan, terbentuklah hubungan sebab akibat yang baru. Dia yang tadinya pemalu belajar untuk lebih berani karena ingin nembak si dia. Dia yang tadinya takut ketinggian ditantang untuk melawan rasa takutnya demi menyelamatkan anaknya yang terjebak di atas pohon. Dia yang tadinya ragu-ragu dengan penuh keyakinan mengambil keputusan untuk menolong orang lain apapun resikonya. Tokoh kita ditantang untuk melawan dirinya sendiri sehingga dia mempelajari hal baru tentang dirinya dan lingkungannya. 

Di sini terjadi perubahan karakterisasi sebagai akibat dari pemahaman baru yang didapatkan oleh tokoh kita. Inilah yang kita sebut dengan character development.

Tokoh yang memiliki masa lalu, masa kini, dan pambangunan karakter yang baik inilah yang kita sebut sebagai karakter bulat (round character).

Apakah Karakter Bulat Itu Wajib Ada Di Dalam Cerita?

Dalam berbagai kasus, iya. Karakter yang baik adalah karakter yang kita bisa mengenalnya, mengetahui kenapa pilihan-pilihan yang dia ambil di dalam cerita harus begini dan begitu. Dengan itulah nanti, pembaca akan merasa terhubung dengan karakter yang kita ciptakan. Terutama jika itu adalah karakter utama di dalam ceritamu.

Apakah karakter sampingan juga memiliki kebutuhan yang sama untuk diceritakan secara bulat? Dari diskusi Umi dengan beberapa orang, terutama Cunul tadi, kami berkesimpulan bahwa tidak setiap karakter di dalam cerita sebaiknya diceritakan secara bulat. Namun, semua dimensi pembentuk karakter yang sudah dijelaskan di atas tetap harus ada. Kita harus bisa menjelaskan posisi tokoh di tengah masyarakat, kondisi psikologinya, penampilannya seperti apa, pekerjaannya bagaimanya, dan sebagainya. Hanya saja, tidak semua tokoh di dalam cerita bisa mendapatkan porsi penceritaan yang sama. 

Dalam hal ini, tokoh yang harus diceritakan secara bulat adalah tokoh-tokoh pembentuk cerita. Maka, tokoh antagonis dan protagonis harus memiliki porsi penceritaan yang dalam. Keduanya harus diceritakan secara bulat (ada masa lalu, ada masa kini, dan ada pengembangan karakter). Beda ceritanya untuk tokoh-tokoh sampingan, kita tidak punya kewajiban untuk menceritakannya secara bulat. Menceritakan mereka dalam tiga dimensi di atas tadi saja cukup.

Nah, jadi sekarang, kalau ada yang bilang, "karakter kamu enggak bulat", "kita harus bikin karakter yang bulat", atau "apa sih karakter bulat itu?" teman-teman udah tahu definisi karakter bulat.

Oh iya, Umi mencantumkan juga beberapa sumber yang Umi baca untuk menjelaskan lebih lanjut Apa itu karakter bulat? Silakan dikunjungi jika penasaran.

Selamat menulis~

Referensi

Share:

0 komentar

Apa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.