Melihat Sisi Lain Hukuman Mati
Setelah kemarin Uum bercerita tentang mimpi, kali ini kita akan membahas yang sedikit serius. Seriusnya yang beneran serius. Sedikit berat emang. Apalagi ini menyangkut hukum yang sudah berlaku di Indonesia sekia lama. Juga sangat kontroversial. Hukuman mati. Terlepas kepada siapa hukuman itu dijatuhkan.
Uum tidak akan membahas hukuman mati ini dari sisi yang sudah dibahas oleh media. Dari sisi hak asasi manusia dan kemanusiaan. Bukankah mereka mengundang dari pakar, ahli, sampai ahli kejiwaan sebagai narasumber? Jadi, dibanding dengan Uum, tentu mereka lebih ahli dan paham mengenai dampak kemanusiaan dan kejiwaan dari hukuman mati ini bukan?
Nah, lalu Uum mau mengangkatnya dari sisi apa? Media belakangan selalu melihat sisi negatif dari hukuman ini kepada pelaku/tersangka dan dampak positif ke masyarakat luas. Dari sini, Uum ingin melihat dampak positif yang dimunculkan hukuman mati ini pada pelaku atau tersangka dari sisi Uum. Kenapa dari sisi Uum? Karena ini murni pemikiran uum. Bukan pemikiran para pakar yang jadi narasumber itu.
Apa sih yang sebenarnya Uum pikirin mengenai hukuman mati ini? Jadi gini, mari kita lihat gampangnya aja yah. Dari kacamata Uum, sebenarnya jika dibandingkan dengan Hukuman penjara seumur hidup, jauh lebih menguntungkan hukuman mati. Dua-duanya sama-sama menungu mati. Perbedaannya hanya terletak pada kapan waktu 'mati' itu datang.
Jika kita mau sedikit berpikir saja, sebenarnya dari sisi psikologis, terpidana mati memiliki keuntungan yang berlebih. Walaupun sebelum meninggal mereka PASTI deg-deg-an, takut, khawatir, marah dan sebagainya, namun mereka memiliki pendampingan. Mereka didampingi oleh perwakilan dari (sebut saja) pakar agama masing-masing. Terpidana mati muslim didampingi oleh ustadz. Ia dibimbing untuk melakukan sholat taubat dan pasrah menjalani takdirnya. Terpidana mati beragama kristen didampingi oleh pastor dibimbing untuk melakukan pengakuan dosa dan memohon keampunan pada Tuhannya. Terpidana beragama lain juga didampingi oleh perwakilan pakar dari agama masing-masing.
Ini membantu mereka untuk meredakan stres menjelang eksekusi. Selain itu, setelah mati, mereka tak perlu lagi menghadapi cemoohan masyarakat atau sesama pelaku pidana lainnya. Mereka sudah putus hubungannya dengan manusia dan tidak ada sangkut pautnya lagi dengan kehidupan duniawi. Belum lagi, jika taubat yang mereka lakukan diterima, mereka bisa langsung di antar masuk surga. Dengan dihukum mati juga, akan meimbulkan efek jera pada masyarakat yang masih sayang dengan kehidupannya untuk melakukan kejahatan serupa. Bukankah itu jauh lebih menyenangkan?
Hal ini tentu berbeda bukan, dengan yang akan dialami oleh terpidana seumur hidup? Di awal mereka mungkin tidak akan stres karena berpikir masih dapat hidup dan ada harapan untuk mendapatkan keringanan hukuman jika berkelakuan baik. Namun, apa yang terjadi ketika keringanan itu tak kunjung datang? Stres. Narapidana akan mulai menyalahkan keadaan. Menyalahkan lingkungannya. Belum lagi, seperti yang kita ketahui bersama, kehidupan di penjara tak semudah bangun tidur-kerja-makan-tidur kembali. Ada kelompok sosial di sana. Di mana setiap individu dan kelompok yang terbentuk di sana terkadang bukanlah orang-orang yang mampu mengevaluasi perbuatannya dan merubah diri ke arah yang lebih baik. Banyak dari individu tersebut malah tumbuh menjadi pembuat onar. Bisa dibayangkan bukan seberapa besar stres yang dapat muncul?
Jikapun akhirnya mereka, para terpidana seumur hidup tersebut, mendapatkan keringanan hukum dari pemerintah. Hidup mereka juga tetap tak serta merta menjadi mudah. Di Indonesia ini ada sistem labelling di mana orang-orang yang pernah berbuat jahat atau masuk penjara akan selamanya dicap dan dianggap jahat oleh masyarakat. Sebagaimanapun mereka berusaha memperbaiki diri, label itu akan tetap ada, kemanapun mereka membawa diri. Nah stres semacam itu juga sulit bukan?
Maka dari itu, dari sisi Uum, dan menurut Uum sendiri, Hukuman Mati jauh lebih menyenangkan daripada hukuman terpidana seumur hidup. Resiko stresnya lebih rendah dan kehidupan setelahnya juga terasa jauh lebih baik.
Nah akhirnya, quote hari ini adalah :
"Berbuat baik atau jahat itu adalah pilihan. Bagian terpenting dari itu semua bukanlah baik atau jahatnya, namun mengetahui dengan baik resiko setelahnya, apakah baik atau buruk."
Tags:
artikel
0 komentar
Apa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.