Hinata Umi's Work

Deal With It

Hai teman-teman. Jadi, sebenarnya aku bingung mau post tentang apa hari ini. Tadinya itulah yang aku pikirkan ketika membuka draft Blogger. Tapi ternyata otakku bergerak lebih cepat dari dugaanku.  Tiba-tiba saja niat itu urung kulakukan. Aku mengingat hal yang akhirnya kupelajari saat aku berkunjung ke rumah salah satu nenek di daerah Mangarai, Jakarta.

Saat berkunjung ke rumah nenek tersebut, aku bertemu dengan sepasang suami-istri. Mereka terlihat sangat mesra awalnya. Hanya semua itu terhenti kala mereka sampai pada titik di mana mereka berdebat dan sama-sama merasa benar. Keduanya saling berbicara, berebutan. Belum selesai istrinya ngomong, si suami menimpali. Belum selesai suaminya ngomong, istrinya mencuap. Ih waw banget, ngeliatnya. Jadilah Uum dan om seperti melihat orang yang sedang bertengkar. mereka berbicara secara bersamaan. Ketika aku melirik pada si om, yang terjadi selanjutnya menggelikanku, dia tersenyum. Itu berarti ada hal baru yang sedang dia pahami dari situasi itu. Jujur saja, aku penasaran. 

Kami (aku dan Om-ku) punya kebiasaan ketika berjalan-jalan. Entahlah itu baik atau buruk, sepertinya baik. Kebiasaan tersebut adalah, membicarakan kembali apa-apa yang telah kami pelajari dalam satu hari itu. Jujur saja, apa yang kupelajari saat itu adalah mereka menakjubkan! Mereka enggak berantem meskipun udah saling timpal-menimpal begitu. Mereka enggak marah-marah, meskipun kami bahkan ga tahu siapa yang harus diperhatikan saat berbicara dengan mereka. Mereka bahkan kembali mesra dan saling membantu setelah semua perdebatan itu selesai. It's really awesome, dear!!

Si om tersenyum. Katanya hal itu juga yang ingin dia bahas denganku dan jadi learning of the day atau pelajaran-hari-ini kami. Hanya saja dia melihatnya dari sisi yang berbeda. Menggunakan kacamata yang berbeda. Menggunakan sudut pandang yang berbeda. Menggunakan definisi yang berbeda. Namun memiliki kesimpulan yang sama.

Si om memulainya dengan berkata, 

"Kau tahu, ketika kau menemukan hal yang tidak kau sukai dari pasangan, kau dapat melakukan beberapa hal."
Saat itu, aku langsung paham apa yang akan dikatakannya. Jadi dalam sebuah hubungan, adalah hal yang biasa jika kita menemukan kekurangan dari pasangan kita atau hal yang tidak kita sukai dari pasangan bukan? Ingat loh, tidak ada makhluk Tuhan yang sempurna. Nah, apa yang akan kau lakukan ketika menemukan hal tersebut? Marah-marah? Ninggalin? Kalau kondisinya kau masih berpacaran dengannya, solusi meninggalkan tentu adalah solusi yang paling solutif bagimu. Berbeda ceritanya jika hal tersebut kau temukan kala sudah bersama dan ijab qabul telah terucap. Mau cerai? Seenaknya banget kan?

Ketika hal itu terjadi sebenarnya solusi pertama yang biasa diambil seseorang adalah mencoba mengubah pasangan menjadi apa yang ia mau. Jika ia sebel pasangannya bawel, maka dia akan bilang ke pasangannya untuk mengurangi bawelnya. Jika ia menemukan bahwa pasangannya ternyata suka merokok, dia akhirnya bilang ke pasangannya untuk berhenti merokok. Atau yang paling parah, kalau pasangannya kerasa kepala, perlahan-lahan pasti akan berusaha untuk membuka pikiran pasangannya untuk menerima pendapat orang lain. 

Hal tersebut adalah hal pertama yang akan kita lakukan pada pasangan. Ini namanya proses membentuk pasangan menjadi sosok/karakter yang kita inginkan. Beberapa ada yang berhasil dan pasangan menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Baik di mata kita, di mata pasangan maupun di mata orang lain. Namun, ada juga yang gagal dan menyerah. Ingat, ada hal-hal di dunia ini yang memang bukan urusan kita. Ada hal-hal di dunia ini yang memang tidak akan bisa kita ubah. Nah kalau udah begitu, apa yang bisa kita lakukan?

Ada dua cara yang dapat menjadi solusi dari masalah tersebut. Pertama, kamu bisa memilih untuk ninggalin dia. Ini solusi paling mudah. Pilihan ini umumnya diambil sama orang yang masih pacaran. Ini bisa jadi karena banyak faktor yang menumpuk jadi satu. Atau dengan kata lain, sudah terlalu banyak kekurangan pasangan yang terlihat dan kita enggak sanggup menanganinya. Lebih parah, bahkan kekurangan pasangan sudah memberi dampak buruk bagi kehidupan kita. Biasanya mereka yang pacaran menyebutnya sebagai ketidakcocokan, kehilangan rasa suka, bosan, dan lain sebagainya. Nah, kalau yang nikah, agak keren nih istilahnya, mereka menyebutnya dengan beda prinsip. Ujungnya? Cerai dan misah.

Solusi kedua yang dapat kamu pilih dari masalah tersebut adalah belajar menerima kekurangan tersebut. Terdengar indah bukan? Sayangnya, selalu ada harga mahal untuk keindahan teman. Solusi ini merupakan solusi yang sangat sulit untuk diterapkan. Tanpa pemahaman yang baik dan rasa cinta yang besar, tidak akan pernah ada proses belajar baik di dirimu, maupun pasangan. Kabar baiknya, solusi ini sering sekali diterapkan oleh orang-orang yang telah mengukuhkan hubungan mereka di depan penghulu. Picik sekali jika seseorang menikah dan cerai berulang kali hanya karena menemukan kekurangan pasangan, bukan?

Kabar baik lainnya, pasangan yang menjalani hubungan serius sebelum menikah, juga melakukan hal ini, saling belajar cara menghadapi pasangan saat melihat kekurangannya. Jadi fokusnya bukan dia tapi aku. Fokusnya berubah dari "Aku harus mengubahnya menjadi seperti yang kumau" mejadi "Aku harus berubah untuk menyeimbangkan kekurangan itu." Pasangan yang menerapkan proses belajar seperti ini, biasanya akan bertahan cukup lama. Sangat lama, selama mereka masih saling mengingatkan dan saling mempelajari. Sangat indah bukan? Nah, pasangan yang tadi kusebutkan di awal cerita, merupakan pasangan yang menerapkan metode pembelajaran dalam menghadapi kekurangan pasangannya. 

Jadi prosesnya adalah nasihati dulu. Ingat, kau tetap harus menasihatinya. Lihat berubah atau tidak. Jika tidak berubah, lakukan salah satu dari dua ini, tinggalkan atau deal with it! Untuk pasangan yang akan atau sudah menikah lebih direkomendasikan untuk melakukan pembelajaran. Ingat, tidak ada seorangpun yang sempurna. :)

See ya :)

Share:

0 komentar

Apa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.