Flash Fiction: Pria Tua di Stasiun Manggarai
Pria itu duduk termenung kembali di sana. Di tempat yang sama. Selalu di sana. Di pojok antara charger box dan pintu masuk mushalla stasiun Mangarai.
Tadinya kukira ia adalah salah satu penumpang yang sedang menunggu ponselnya terisi baterainya. Namun, setelah kuperhatikan, ada beberapa saat di mana ia juga tetap duduk di situ, walau tidak ada satupun ponsel yang terhubung ke colokan.
Hingga pada suatu hari saat aku akan masuk ke Langgar, kudengar percakapan kecil antar seseorang dengannya.
"Ngapain, sih, bapak ada di sini terus? Ga kerja, pak?"
Penasaran aku menguping.
"Enggak mas, saya sudah tua, sudah saatnya diurus anak-anak."
"Terus anaknya ke mana?"
"Itulah, katanya mau jemput saya jam 9 pagi ini, kok, ya, ga muncul. Jadi saya tungguin."
Ternyata dari pak petugas stasiun, aku baru tahu, bapak Kuncoro (nama beliau) sudah mengalami pikun sejak anaknya menjadi korban kecelakaan kereta 3 tahun lalu. Oleh petugas stasiun yang iba, beliau dibiarkan begitu saja keluar masuk stasiun untuk menunggu anaknya.
"Kasihan Mbak, udah tua, yang meninggal juga anak satu-satunya. Dia gak gila, dia cuma trauma. Rumahnya juga di dekat sini, sendirian dia. Kalau di sini, kan, rame, bisa diurusin petugas juga."
Hmm... di dunia ini banyak hal yang ternyata tak terlalu kuketahui.
============
Disclaimer : cerita ini fiktif. Tidak ada tokoh bernama pak Kuncoro yang duduk termenung dan terkena skizofrenia di st. Mangarai.
Tags:
Flash Fiction
2 komentar
Manggarai
BalasHapusbetul, Umi salah itu xD
HapusApa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.