Hinata Umi's Work

Wahai Dikau Wanita Tangguh 2

Wahai kau wanita tangguh, detik ini, saat ini apakah yang sedang kau lakukan? Apakah masih berkutat dengan daftar kebodohanmu atau sedang mendaftarkan hal bodoh lainnya untuk kau jadikan pelajaran? Tak apa, lakukan saja, selesaikan saja pekerjaanmu itu. Jangan lakukan dengan setengah-setengah. Di sini aku ingin melanjutkan hikayatku mengenai satu lagi ingin dan harap yang sekarang akan kukubur dalam sebelum hikayat ini kutamatkan.


Wahai dikau gadis tangguh yang tulus hatinya, tahukah kau? Kali ini, saat ini, detik ini, hatiku terasa kosong. Bukan karena kepergiannya. Bukan karena ia yang akhirnya berhasil mengambil keputusan yang sejak awalpun sudah kuduga. Bukan karena janjinya yang kini luruh ke tanah dan membusuk di makan ulat pengurai. Bukan. Ini semua tentang diriku yang tak mampu, sejak awal, mengambil keputusan untuk memisahkan diri. Hingga akhirnya, kini, aku tak lagi tahu ekspresi hatiku sekarang seperti apa. Apakah marah, sedih, kecewa, menangis, tertawa, tersenyum, bahagia. Datar. Bagiku kini, perasaan itu abstrak. Bagiku kini, semuanya itu sudah musnah ikut luruh dengan janji yang telah buyar oleh alam.

Wahai dikau gadis tangguh yang kuat lagi indah hatinya, bisakah kau melihat senja? Dapatkah? Indah bukan? Yah, itulah aku, kini. Dijadikan transisi dari siang ke datangnya malam. Sebentar, menghangatkan hati. Namun tak cukup lama untuk dapat dipertahankan. Terlalu indah untuk dinikmati berlama-lama. Terlalu semu untuk diharapkan. Mati sudah hatiku untuk berharap. Selalu seperti itu. Membatu hatiku untuk merasakan hangatnya matahari yang datang. Karena semua yang datang hanya pujangga dengan seribu bait janji semu. Janji yang hanya sepelepas angin. Tak dapat kau sentuh lalu ia pergi juga. Hanya mengijinkanmu untuk merasakan sejuknya lalu menghilang kembali ke cakrawala. Hanya ingin mengecap nikmatnya lalu pergi.

Wahai dikau gadis tangguh yang manis lagi selalu berbahagia, andaikan aku memiliki kemampuan membolak balik hati, inginku bantingkan saja hati ini ke dunia. Melepaskan semua atribut 'baik' dari dalam diriku. Melepas semua rasa tak nyamanku tanpa khawatir dengan mereka. Melepas semua amarah tanpa harus peduli bahwa aku mengetahui sebab-akibat dari tindakan mereka. Menilai mereka hanya dari apa yang kulihat. Mengabaikan latar belakang mereka. Melepaskan semua rasa hati yang membelengguku. Biar aku hidup hanya dengan logika saja. Tanpa hati. Menjadi sepenuhnya kembali 'jahat'. Tidak peduli lagi dengan manusia yang sesungguhnya memuakkan dengan segala tetek bengek mereka tentang kehidupan. 

Katakanlah wahai gadis yang manis dan hangat hatinya, hatiku kini membeku. Katakanlah wahai gadis yang manis dan hangat hatinya, hatiku kini membatu. Katakanlah wahai gadis yang manis dan hangat hatinya, hatiku kini tertidur. Namun tak bernafas. Tak lagi dapat merasakan apa-apa. Ia telah menghembuskan nafas terakhirnya saat aku memutuskan untuk maju ke depan. Membangun gerbang tinggi untuk melindungi raganya. Mati suri.

Wahai gadis tangguh nan cantik dan berjiwa besar, kau pasti tidak sama sepertiku. Mungkin ketika membaca ini kau akan berkata, "Mengapa tak kau abaikan saja kejadian bodoh itu, anggap seperti tak pernah terjadi." Kau ingin tahu kabar buruknya? Aku lelah. Otakku yang berulang kali memutar, kejadian demi kejadiannya. Otakku yang berkali memutar momen demi momennya. Membutakan mataku dengan ilusi, hingga akhirnya ketika ilusi itu berpendar, yang terjadi hanya fatamorgana. Kesemuan tiada tara. Mati rasa.

Wahai gadis tangguh nan cerdas, kutitipkan pesanku padamu, jika nanti kau membaca ini, membaca kalimat-kalimat ini, kuharap, saat itu, kau sudah dapat menjalankan hidupmu dengan baik. Kau sudah dapat menjalani hidupmu tanpa putaran film kurang ajar yang dengan teganya merusak hari-harimu yang indah. Kuharap saat itu kau tidak perlu bersedih lagi. Tak perlu marah lagi. Tak perlu menangis lagi. Kuharap kau berbahagia. Kuharap pada saat itu, kebahagiaan yang kau rasakan, melebihi semua rasa sedih yang kurasakan kini. Kuharap pada saat itu tiba, hatimu sudah tak lagi membeku, sudah menghangat oleh kehadiran cinta lainnya.
 
Cinta yang lebih sungguh-sungguh. Cinta yang lebih memberimu nyawa. Cinta yang sejati. Cinta seorang pria tulus yang menerimamu dan membantumu berjalan ke arah yang lebih baik. Cinta yang serius dan bukan hanya hiasan bual belaka. Biarlah dia saja yang berbuih bualnya ketika menggombalimu. Biarlah dia saja yang berhasil membuka hatimu dengan gombal rayu yang pada akhir cerita hanya membusuk ditelan bakteri pengurai. Cinta yang dengan gagah menemui ayah dan mamamu, menatap mereka lantang dan berkata, "aku ingin menikahi anak gadis pertamamu!"

Jadi, wahai gadis tangguh yang kuat hatinya, sampai saat itu, sampai saat itu tiba, kumohon, bertahanlah! Kumohon jangan menyerah! Kumohon bersabarlah! Kumohon jangan melemah! Kumohon teruslah belajar! Demi dirimu sendiri! Agar kau belajar banyak! Agar nanti ketika cinta dalam bentuk indah itu datang, kalian dapat dengan lembut berkata, "Kaulah yang selama ini kucari, yang kudamba, dan kuinginkan. Kau yang selalu belajar. Aku sungguh takjub dengan pribadimu."


KAU BISA! KAU PASTI BISA! TAK ADA KATA LELAH! TAK ADA KATA KELUH!


#Untukku di Masa Depan : jika kau membaca ini, maka kau sudah berhasil melewati tantangan memusnahkan rasa ini dengan baik! Selamat!

Share:

1 komentar

  1. Hai gadis tangguh di masa lalu, aku kini sudah menikah.

    Hari ini aku kembali mengingat masa-masa menyedihkan itu. Masa-masa di mana aku berbuat jahat dan menghancurkan hati seorang gadis.

    Kini aku sudah bisa memaafkan diriku. Tapi, kurasa kita terkena karma atas perbuatan kita di waktu itu.

    Terima kasih. Cinta yang hadir di sampingku kini, adalah cinta yang aku syukuri setiap detiknya.

    BalasHapus

Apa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.