Hinata Umi's Work

Flash Fiction: Teru-Teru Bozu

Teru-teru bozu



Kamu melihat kantong cemilan, kosong. Isinya sudah habis dimakan adikmu yang terkecil. Kamu menggumam dalam hati tentang betapa tidak bersyukurnya anak satu itu. Sudah dibelikan cemilan tapi tetap tidak menyisakan bagianmu. Rasanya hatimu begitu kesal hingga tanganmu tanpa sadar meremas bungkus cemilan hingga berbunyi nyaring. Dengan segera kamu bergerak ke lantai tiga. Ke kamar adikmu.

Kamu ingat, kemarin malam dia menangis. Tampak begitu terharu begitu melihatmu membelikan cemilan yang sama dengan yang hilang di sekolah. Sudah beberapa hari ini dia selalu mengeluh dan menangis sepulang sekolah. Katanya ada yang berbuat jahat padanya. Sepatu yang hilang, tas yang dicoreti, meja penuh dengan sampah. Sekarang kamu malah berpikir, pantas saja anak itu diperlakukan seperti itu di sekolah, di rumah saja dia seperti ini.

Kamu juga ingat, tadi pagi dia mengeluh sakit di perutnya. Katanya habis dipukuli. Wajahnya pun tampak memar. Begitu pun kamu tak merasa iba. Hujan deras tadi pagi membuatmu kesal setengah mati. Rencanamu kencan dengan pacar barumu harus gagal. Ditambah adik yang merengek tidak mau sekolah. Kamu pun mengatakan hal itu. Kamu mengatakan padanya bahwa boneka teru-teru bozu lebih berguna daripada adik yang tidak mau masuk sekolah hanya karena sakit perut. Lalu, kamu meninggalkan dia yang terisak kuat di atas sana. Pergi untuk membuatkan makanan untuk meredakan sakit perutnya.

Anak tangga terakhir sebelum ke kamarnya. Pintu kamar adikmu terbuka sedikit. Ada bayangan tidak menyenangkan yang muncul di sela-selanya. Dengan segera kamu lari ke dalam. Di sana ... kamu melihat teru-teru bozu yang sangat besar tergantung di tengah kamar.

Kamu kini terisak. Di bawah teru-teru bozu itu, terdapat surat kecil. Kamu ambil surat itu lalu membacanya dengan tangan gemetar dan air mata yang berjatuhan. 


Kakak semoga besok tidak hujan lagi.
Hari ini, aku jadi teru-teru bozu, ya.
Dengan begini, aku tak perlu bertemu dengan mereka.
Dan, kakak bisa pergi berkencan tanpa khawatir hujan turun.

Adikmu tercinta :D




Dengan itu, kamu berteriak dan menangis sekuat-kuatnya. Hari itu, kamu tahu cinta harus diungkapkan kalau kamu tidak ingin merasa kehilangan.


Samping Teru-teru bozu, 3 September 2020

Share:

0 komentar

Apa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.