Hinata Umi's Work

[ARTIKEL] Bersabarlah Dalam Merawat Orang Tuamu

"Orang tua itu, semakin tua, dia semakin rewel. Semuanya salah, yang bener pun salah."
- some novel that I have read but don't remember the title -

***

Umur kamu sekarang berapa sih? 20? 25? 30? Apakah kamu ada di umur emas yang sedang semangat-semangat ya mengejar karir? Mengejar mimpi? Mengejar cita-cita? Atau sedang di umur dengan keinginan menggebu-gebu, mencari sebanyak mungkin pengalaman, menimbun ilmu?

Lalu, berapa umur orang tuamu? 35? 40? 45? Atau lebih dari itu? Mereka masih bisa jalan? Masih bisa ngomong dengan baik? Atau kamu sudah mulai kerepotan dengan segala tetek bengek yang mereka rengekkan? 

Atau bukan orang tuamu yang begitu? Tapi orang tua pasanganmu? Kakek nenekmu? Yang mulai melihat segala hal salah di dalam dirimu? Yang membuat dirimu malu di depan khalayak banyak? Tak tahu kapan harus berkomentar dan kapan tidak? Segala hal dikomentarin?

"Duh ... mama cerewet banget sih!? Diem aja kenapa?"
"Duh Mbah yang ini salah, itu salah, aku harus gimana sih Mbah?"
"Yaelah ini ga mau, itu ga mau, terus maunya apa? Susah banget sih, buat sendiri juga!"

Dan segudang keluhan lainnya. 

Pernah mengalami hal tersebut?


Yep. Sangat tidak sulit menemukan kejadian seperti itu di dunia ini, terutama di Indonesia. Terutama di negara maju. Terutama di negara yang semuanya berjalan cepat dan harus tepat waktu. Merawat orang tua tentu jadi terasa merepotkan, mengganggu dan sungguh jadi beban. Apalagi kalau orang tua tersebut selain rewel juga dikombinasikan dengan sakit-sakitan dan tidak bisa merawat diri sendiri juga dengan keadaan ekonomi yang pas-pasan. Ya ampun, habis sudah kesabaran kita.

Seluruh rengekan itu, sungguh seringkali membuat kita kehilangan kesabaran.

Bukankah begitu anak muda ...?

Intro yang menarikkah buat kalian?

Jadi aku sudah melanglang buana mendengar kisah satu keluarga dan kisah keluarga lainnya. Dari situ, aku menyimpulkan satu pola yang sama di antara mereka, apakah kamu tahu pola apa itu? Kesemua orang tua atau orang-orang yang dituakan (baik itu orang tua, om, tante, atau Mbah, kakek, dan nenek) memiliki kesamaan, berikut persamaan itu:

  1. Mereka jadi lebih menyebalkan daripada menenangkan
  2. Mereka lebih sering ngomel dan lebih cerewet
  3. Mereka sangat tidak sabaran
  4. Mereka suka mengeluh
  5. Mereka suka sok tahu dan suka ngatur
  6. Mereka merasa yang paling benar
  7. Silahkan tambahkan hal-hal lain yang kalian rasa masuk disini juga
Nah, kesemuanya itu terasa menyebalkan bukan? Apalagi buat kita-kita yang muda-mudi pengen bebas dan melanglang buana dengan tenang. Apalagi buat kita-kita yang masih pengen eksplorasi. Keberadaan mereka yang serba salah ini sungguh bikin kesabaran habis.

Sayangnya, banyak penelitian mengamini hal tersebut. 

Manusia, semakin tua, memang semakin rewel. Kenapa? Ada banyak penelitian mengenai ini, tapi yang paling sering dijadikan referensi adalah hasil penelitian Turner dan Helms tentang Post-power Syndrome. Apa sih sebenarnya post-power syndrome ini?

Post-power syndrome adalah keadaan dimana seseorang mengalami perasaan tidak bisa  move on  dari kejayaan masa lalunya. Kejayaan ini bisa dalam bentuk apa saja, bisa dalam bentuk keberhasilan finansial, bisa dalam bentuk kemampuan mendidik anak, bisa dalam bentuk keberhasilan membuat seseorang tunduk, atau bahkan yang paling sederhana kesehatan.

Post power syndrome  biasanya dialami oleh orangtua dan veteran perang atau orang-orang yang dahulunya pernah berkuasa di suatu tempat, baik itu di perusahaan, pemerintahan, rumah tangga pertemanan dan sebagainya.

Tanda-tandanya sederhana, sesederhana ingin selalu dituruti, ingin selalu didengarkan, ingin selalu dituakan. Sederhana bukan?

Yap, dari penjelasan tersebut bisa kan kita ambil kesimpulan? Yap, kamu benar! Kebanyakan orang tua mengalami post-power syndrome ini. Dia yang dahulu sehat, kini renta dan perlahan-lahan kehilangan teman, kehilangan kemampuannya, kehilangan kemampuan mentalnya. Kesehatannya menurun, keberaniannya tidak lagi setangguh kayu di bara api. Ia kehilangan banyak hal perlahan-lahan.

Ia yang tadinya bisa kemana saja dengan bebas, sekarang bahkan untuk ke kamar mandi saja harus ditemani, diceboki, dilihati agar tidak jatuh. Dahulu ia bisa bercengkrama dengan santai dengan anak-anaknya, kini bahkan ia harus mengecek jadwal anaknya dahulu agar tidak mengganggu. Ia yang dahulu selalu didengarkan oleh anak-anaknya, kini dilawan bahkan di setiap kesempatan. Ia yang biasanya jadi pusat bertanya, kini menjadi orang yang terlihat bodoh tukang perintah sok tahu.

Pernah dalam satu kondisi, aku mengalami kejadian ini dengan nenekku sendiri. Sebagai catatan nenekku ini umurnya sudah 63 tahun. Saat itu aku ingin pergi ke Alf*mart. Lalu aku bertanya pada nenekku, ia mau titip apa. Ia memesan coklat C*res saat itu. Singkat kata aku balik dari Alf*mart dan membawakan titipannya. Beliau makanlah roti menggunakan coklat itu. Lalu, tiba-tiba migrainnya kumat. Tanpa tendeng aling tiba-tiba beliau bilang bahwa itu salahku migrainnya kumat. Karena aku membelikan beliau coklat yang beliau minta. What? Just What?

Dalam sebuah percakapanku dengan suami beberapa bulan lalu, aku pernah bertanya dengan mas suami, "Mas, kenapa sih kok Mas ga sebal kalau ditanyain kapan ini, kapan itu atau kalau mereka kasih saran ini dan itu yang bahkan kita ga minta?", terus Mas Suami bilang," ya, karena mereka memang lebih berpengalaman dibanding kita. Mereka lebih paham. Ga ada salahnya kita dengarkan, kan? Masalah dicoba atau enggaknya urusan belakangan."

Sekarang bayangkan, orang yang memang lebih berpengalaman itu, tiba-tiba kehilangan powernya, bagaimana menurut kalian rasanya?

Begitupula orangtua, kakek, nenek yang ada di sekitar kita. Ia kehilangan segala hal yang bisa dijadikan pegangannya. Ia menjadi mudah marah, mudah kalut, mudah panik. Hampir tak tersisa orangtua bijak, kalem dan tenang yang kita kenal dahulu.

Maka dari itu, bersabarlah dalam merawat orangtuamu. Kau memang tak minta dilahirkan, juga tidak hak mereka meminta baktimu, tapi ingatlah ketika mereka punya beribu-ribu kesempatan untuk membunuhmu waktu kau kecil tak berdaya dan mereka memilih dengan bahagia tersenyum menimang dan membesarkanmu dengan segala kemampuan mereka. Baktimu adalah hak Allah untuk menagih. Tapi senyummu, perbuatan baikmu, itu hak mereka yang sudah tak lagi mampu menguasaimu. 

Jika kau memiliki orangtua yang alih-alih dijadikan panutan malah jadi sumber nerakamu, dan kau benar-benar tidak sanggup untuk menghadapinya maka bakti terbaikmu adalah menjauhkan diri dan mendoakan mereka.

Semoga kita dimudahkan dalam mendapatkan rejeki untuk merawat orangtua kita.

aamiin

***

Share:

0 komentar

Apa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.