Hinata Umi's Work

Berpenampilan Cantik Setelah Menikah

Sebenarnya tulisan seperti ini bukanlah jenis tulisan yang aku ahli dalam menulisnya. Hanya saja, aku merasa perlu untuk menuliskannya untuk dipahami semua orang, baik yang sudah bersuami maupun belum.

Jadi ceritanya begini, selama di Medan saat aku mudik, ada beberapa teman yang mengomentari salah satu foto yang kupublikasikan melalui instagram. Di foto tersebut ia mengatakan, "kamu makin cantik aja. Semakin cantik setelah menikah. Dulu kelihatannya biasa-biasa saja." Sementara yang lain mengatakan," duh, kamu ini, sudah jadi istri orang, penampilannya masih saja gaya anak gadis. Berubah dikit doong."

Oke. Sampai di titik itu aku belum terpicu untuk menulis. Namun, ketika kemarin aku pulang dari swalayan dan ada tetanggaku mengatakan yang sama, aku merasa terpicu.

Aku mulai khawatir, apakah aku berlebihan, hingga aku bertanya ke suamiku dan ia berkata aku suka kamu yang mana aja kok. Tapi bukan itu yang ingin aku ceritakan.

Dulu, saat aku masih berstatus belum menikah, aku dengan sangat mudah melenggang kemana-mana tanpa dandan. Iyap! Dandan dan berpenampilan ala kadarnya adalah hobiku saat itu. Bukan kenapa-kenapa, aku ingin ketika aku akhirnya dilirik oleh seorang pria, aku ingin mendapatkan seseorang yang benar-benar serius. Tidak ada gunanya untukku jika ia hanya menginginkan status pacaran.

Cantik dalam definisiku adalah perbuatan. Aku, dengan sengaja berpakaian ala kadarnya dan tidak menggunakan make-up agar calon suamiku tidak tertarik padaku karena fisikku. Namun karena hatiku. 

Dengan cara itulah, aku bertemu suamiku. 

Hampir sembilan bulan kami menikah. Aku pelan-pelan mentransformasi diri dari seorang wanita yang ala kadarnya, menjadi seorang wanita cantik seperti mahasiswi saat bersama suamiku.

Alasannya sangat mudah kujawab, aku ingin tampil cantik untuk suamiku. Ketika ada di sampingnya dan suamiku melihat gadis atau wanita lain, aku ingin aku adalah wanita yang di matanya lebih cantik dari gadis-gadis atau wanita-wanita itu. Jadi ketika ia berada di luar sana tanpa aku, ia hanya mengingat wajah cantikku. (Walau dapat kujamin padamu ia pernah melihat wajah terburukku).

"Duh, kamu ini, kalau keluar sama suami cantik. Kalau keluar sendirian kok kayak mau ke pasar, sih?"

So, what?

Ini juga ada alasannya. Ketika keluar bersama suami dan aku mendapat godaan atau catcalling dari pria diluar sana, aku merasa terlindungi. Aku tinggal menggenggam lengan suamiku, menunduk dan suamiku akan menggenggam jemariku maka pria-pria itu akan tahu, aku sudah memiliki suami. Mereka jadi tahu, derajat mereka sungguh rendah di mataku.

Namun, ketika aku sendiri, perlindungan itu hilang. Aku harus melindungi diriku sendiri. Aku harus menjaga diriku sendiri dari binatang-binatang di luar sana. Tidak menjadi cantik dalam definisi pria-pria itu adalah salah satu caraku melindungi diriku sendiri. 

Pula, jika aku berdandan tanpa suamiku di sampingku, aku merasa dandananku tidak berguna. Untuk siapa aku berdandan? Untuk diriku sendiri? Aku merasa tidak butuh. Kecuali, suamiku yang meminta aku untuk berdandan.

Begitulah cerita singkatku. Semoga setelah ini, akan lebih banyak gadis dan wanita lainnya yang bisa memetik pelajaran dari cerita ini.

Share:

0 komentar

Apa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.