Hinata Umi's Work

[ABOUT ME] Allah, Aku Marah!

Wow, judul yang kontroversial sekali, Um?

Yah. Apapun yang kalian katakan, aku akan tetap menuliskan cerita ini. 

Aku. Sedang marah. Marah pada Tuhan. Marah pada Sang Pencipta Alam yang sampai saat ini, sampai detik ini, masih aku cintai. Masih aku sembah. Masih aku percayai keberadaan-Nya dengan sepenuh hatiku.

Aku marah untuk setiap doa yang kuucapkan dan Ia kabulkan. Aku marah untuk setiap tangis yang tidak Ia acuhkan. Aku marah untuk setiap sedih, duka dan lara yang terpendam. Aku marah untuk takdir yang Ia tuliskan. Ya. Aku marah!!

Aku marah atas doaku, setahun yang lalu, sebelum aku menikah, yang Ia kabulkan. Atas permintaanku yang bodoh sebodoh-bodohnya meminta waktu. Hingga kini aku sadar bahwa doa itu ternyata mengacaukan hati dan jiwaku. Bahwa doa itu mengajarkanku bahwa segala hal itu tak mudah. Bahwa aku harus belajar ikhlas. Bahwa doa itu mengajarkanku pula tentang kehati-hatian dalam meminta. Bahwa doa itu mengajarkanku untuk tak banyak nyinyir atas kehidupan seseorang.

Aku marah untuk setiap tangis yang kukeluarkan dan tidak Ia acuhkan. Ia tak menjawabnya biar aku merengek manja atau menangis hingga membuat iba. Aku menangis hingga aku sadar bahwa aku menutup hatiku untuk setiap kepedulian yang Ia tunjukkan. Untuk setiap sentuhan lembut-Nya yang tak aku acuhkan. Bahwa bukan Ia yang tidak mengacuhkanku, tapi aku yang tidak mengacuhkan-Nya.

Aku marah untuk setiap sedih, duka dan lara yang kupendam begitu saja di dalam hatiku. Bahwa Ia terasa begitu jauh hingga rasa sepi itu terasa tak tersentuh. Bahwa Ia terasa tak terjangkau hingga rasa sedih itu berulang. Bahwa Ia terasa begitu blur hingga duka itu tak ada yang mengobati. Bahwa Ia tak terasa ada hingga lara itu mudah sekali hinggap. Lalu aku sadar bahwa aku yang menjauh, tak mau dijangkau, menghilang dan tak pernah ada. Dari, ke dan untuk-nya, aku yang menghilang dari sisi-Nya. Padahal Ia tetap disana, masih disana dan akan tetap disana menungguku dan memlukku dengan hangat.

Aku marah untuk takdir yang Ia tuliskan untukku, yang tak kusukai hasilnya. Sesuka hati-Nya menentukan aku kesini dan kesitu. Sepuas hati-Nya membiarkan aku bergerak seperti boneka-Nya. Lalu aku ingat Ia berkata," Aku tidak menentukan nasib suatu kaum." Lalu aku kembali twringat pada setiap pilihan yang kuambil. Juga setiap jejak yang kuinjak. Juga setiap peringatan yang sudah Ia berikan. Dimana aku tidak menuruti-Nya. Kini kumenuai hasil-Nya. Membuatku belajar berhati-hati untuk membuat pilihan.

Ya! Aku marah Tuhan! Allah, aku Marah!! Sungguh aku marah!!

Aku marah pada diriku yang selalu abai. Selalu lalai. Aku marah karena aku mengeraskan hatiku untuk tetap pada pendirianku sedang aku tahu yang terbaik untukku datang dari sisi-Mu bukan sisi-ku. Ampunilah aku. Ampunilah dosaku.

Share:

0 komentar

Apa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.