"Seorang istri itu harus cantik di rumah. Dandan. Biar suami ga meleng!"
- Seorang Ibu Menanggapi Fenomena Pelakor -
* * *
Jadi, ada banyak sekali fenomena aneh belakangan ini yang menyerang lini masa Facebook-ku. Salah sekian dari kebanyakan fenomena itu adalah fenomena mengomentari pelakor.
Banyak banget komentar untuk pelakor yang muncul di lini masaku. Seperti yang diduga kebanyakan komentar itu datang dari ibu-ibu muda. Ibu-ibu yang masih butuh proses adaptasi dengan kehidupan barunya. Menyesuaikan diri dengan aktifitas baru. Dengan kehadiran suami. Dengan kehadiran anak. Lalu dihadang dengan badai banyaknya pelakor dimana-mana.
Aku sebenarnya kurang suka menggunakan istilah pelakor karena kesannya perselingkuhan terjadi karena salah si wanita saja. Padahal perselingkuhan itu terjadi dua arah. Kalau kalian pernah tahu sabuk pengaman, maka ga akan ada sabuk pengaman yang cuma sebelah kanan tanpa pengikat sebelah kirinya, kan?
Aku selalu percaya bahwa sebuah masalah yang melibatkan hubungan intrapersonal selalu melibatkan dua orang atau lebih. Ga ada masalah yang terjadi hanya karena satu pihak yang berulah. Masalah perselingkuhan ini juga pasti begitu. Ketiga belah pihak yang terlibat ( suami, istri dan si Perebut) pasti punya andil dalam mewujudkan terjadinya perselingkuhan tersebut.
Sebagai contoh misalnya: A adalah suami yang baik, namun pekerja keras. B adalah istri yang baik namun sangat butuh perhatian dari suaminya. A dan B adalah suami istri yang sebenarnya biasa saja. Tapi perlahan kebutuhan meningkat dan waktu yang dulu dihabiskan berdua, malah habis untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perlahan si istri kehilangan perhatian kecil suaminya dan tak lagi terlalu memperhatikan kebutuhan suaminya karena fokus mengurus anak. Suami makin sibuk dengan pekerjaan untuk memenuhi segala kebutuhan finansial yang meningkat. Tak ada lagi waktu untuk bermesraan. Pernikahan terasa hambar dan hanya sekedar rutinitas belaka. Lalu, hadirlah si C di hubungan A dan B. C mampu membuang kehambaran yang dirasakan A dan B terhadap pasangannya. Segar banget rasanya. Titik awal perselingkuhan dimulai dan berlanjut ke titik yang makin bahaya.
Dari studi kasus tersebut, ada sebuah keterlibatan sederhana disana. Istri yang tak mampu mengerti keadaan suami. Suami yang tak memberikan perhatian ke istri. Perebut yang tidak punya empati.
Respon netizen yang ada di linimasaku juga beragam banget. Ada yang mencaci maki si Perebut ini. Ada yang menyalahkan si Suami (karena kebanyakan yang selingkuh itu pria di lini masaku) dan ada juga yang menyalahkan si Istri.
Di antara sebegitu banyaknya responden, hanya ada satu respon yang ingin kufokuskan. Yaitu respon, "jadi istri itu harus pinter dandan makanya. Jangan di rumah butek aja gitu pake daster. Gimana Suami ga cari yang lain?"
Respon sebiji itu sungguh aneh menurutku. Kenapa? Karena dari banyaknya kasus perselingkuhan viral yang berseliweran di lini masa Facebookku, kebanyakan si istrinya adalah istri-istri yang cantik dan pinter dandan. Lihat bu Dendy, cantik euy.
Lalu ada komentar yang bilang, "aku udah dandan kok. Pakai pakaian bagus. Sexy. Tapi ga mempan, tuh. Suamiku tetep aja selingkuh."
Kesimpulanku, ini bukan hanya masalah cantik semata. Ada ekspektasi yang tak terpenuhi.
Lalu, dari segala banyak postingan tentang perselingkuhan yang beredar di Facebook, ada beberapa komentar para suami yang menjelaskan dengan baik bahwa ini memang hanya masalah ekspektasi.
Begini kira-kira bunyinya, "istriku sih pinter dandan, Mba. Tapi aku ga suka sebenarnya dia dandan. Aku sukanya dia alami natural. Padahal aku ga suka dia dandan. Tiap dibilangin dia ga percaya, dikata nanti aku selingkuh. Gimana mau adem, di rumah disuguhin yang palsu melulu. Sesekali mah enak, tiap hari ya bosen juga."
Atau yang seperti ini, " aku tuh maunya istri pakai pakaian yang membuat dia terlihat terhormat di rumah. Tapi dia bilang, pakaian dia kayak orang kampung, ga modern karena ga terbuka. Padahal dia terlihat lebih menggoda dengan pakaian tertutup."
Lihatkan? Lihat di mana ketidaksinambungannya? Istri udah merasa memberikan kecantikan, suami ga merasa seperti itu.
Terlihat aneh? Yap.
Jadi gini. Kebanyakan masalah yang terjadi dalam rumah tangga itu, masalah komunikasi. I am not expert in this field since I am still 2 years married with my husband. Tapi komunikasi ini memang masalah paling pelik yang sangat susah sekali dicari solusinya.
Misal gini, suami pengen istri pake lingerie di rumah, tapi si istri merasa ga nyaman dan risih, maka tak pelak si suami pun 'malas' tergoda dengan istrinya. Si Istri merasa sedih karena ga lagi dipenuhi kebutuhannya akan perhatian. Atau si suami merasa istrinya cantik kalau lagi ga dandan, cuma dia ga enak sama istrinya karena ngelihat sepertinya si Istri hobi banget dandan. Sementara si istri merasa sudah memenuhi kebutuhan suaminya akan dandan, dan dia memang getol dandan buat suaminya. Kenyataannya suaminya tetep 'malas tergoda' dengan si Istri, karena perbedaan pandangan yang tak tersampaikan tadi.
Yah , benar, ini yang aku sebut sebagai ekspektasi yang tidak ketemu. Istri berusaha, suami tak melihat. Suami berusaha, istri tak melihat. Dalam kasus tadi, istrinya baik loh sudah berusaha semaksimal mungkin mempercantik dirinya. Suaminya juga baik loh sudah berusaha memahami hobi istri. Tapi mereka terus menerus bertengkar karena tidak berbicara dengan bahasa yang sama.
Coba kita putar sedikit ceritanya, si istri bertanya pada suami, "sayang, menurut kamu, perempuan yang cantik itu yang gimana, sih?" Lalu si suami bilang, "cantik itu yang ga banyak dandan, dan rela pakai daster di rumah." Lalu si istri belajar untuk memenuhi ekspektasi suaminya.
Terus si suami, "sayang, menurut kamu suami yang ganteng itu yang gimana sih?" Lalu si istri berkata,"ganteng itu kalau mau bantu pekerjaan rumah walau hanya nyuci piring ajah." Lalu si suami belajar untuk membantu istrinya.
Nah ini, ekspektasinya ketemu.
Mana bisa istri memaksakan suami suka melulu padanya sedangkan ekspektasi suami saja dia malas memenuhinya. Mana bisa suami memaksakan istri suka melulu padanya, jika ekspektasi istri saja malas memenuhinya.
Walau kadang masalah rumah tangga tak sesimpel itu. Biasanya sih lebih kompleks dengan masalah utama tetap komunikasi.
Begitulah, ini hanya sekian dari begitu banyak hal di dunia yang perlu jadi perhatian. Jangan memendam ekspektasi di dalam diri sendiri. Bantu pasangan untuk memenuhi ekspektasimu. Bantu dirimu untuk memenuhi ekspektasi pasangan. Dengan seperti pola komunikasinya akan bagus.
Terakhir, saya tutup post ini dengan kutipan dari buku Sabtu Bersama Bapak,
" If I have a sexy wife then She deserve a sexy husband."
Banyak banget komentar untuk pelakor yang muncul di lini masaku. Seperti yang diduga kebanyakan komentar itu datang dari ibu-ibu muda. Ibu-ibu yang masih butuh proses adaptasi dengan kehidupan barunya. Menyesuaikan diri dengan aktifitas baru. Dengan kehadiran suami. Dengan kehadiran anak. Lalu dihadang dengan badai banyaknya pelakor dimana-mana.
Aku sebenarnya kurang suka menggunakan istilah pelakor karena kesannya perselingkuhan terjadi karena salah si wanita saja. Padahal perselingkuhan itu terjadi dua arah. Kalau kalian pernah tahu sabuk pengaman, maka ga akan ada sabuk pengaman yang cuma sebelah kanan tanpa pengikat sebelah kirinya, kan?
Aku selalu percaya bahwa sebuah masalah yang melibatkan hubungan intrapersonal selalu melibatkan dua orang atau lebih. Ga ada masalah yang terjadi hanya karena satu pihak yang berulah. Masalah perselingkuhan ini juga pasti begitu. Ketiga belah pihak yang terlibat ( suami, istri dan si Perebut) pasti punya andil dalam mewujudkan terjadinya perselingkuhan tersebut.
Sebagai contoh misalnya: A adalah suami yang baik, namun pekerja keras. B adalah istri yang baik namun sangat butuh perhatian dari suaminya. A dan B adalah suami istri yang sebenarnya biasa saja. Tapi perlahan kebutuhan meningkat dan waktu yang dulu dihabiskan berdua, malah habis untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perlahan si istri kehilangan perhatian kecil suaminya dan tak lagi terlalu memperhatikan kebutuhan suaminya karena fokus mengurus anak. Suami makin sibuk dengan pekerjaan untuk memenuhi segala kebutuhan finansial yang meningkat. Tak ada lagi waktu untuk bermesraan. Pernikahan terasa hambar dan hanya sekedar rutinitas belaka. Lalu, hadirlah si C di hubungan A dan B. C mampu membuang kehambaran yang dirasakan A dan B terhadap pasangannya. Segar banget rasanya. Titik awal perselingkuhan dimulai dan berlanjut ke titik yang makin bahaya.
Dari studi kasus tersebut, ada sebuah keterlibatan sederhana disana. Istri yang tak mampu mengerti keadaan suami. Suami yang tak memberikan perhatian ke istri. Perebut yang tidak punya empati.
Respon netizen yang ada di linimasaku juga beragam banget. Ada yang mencaci maki si Perebut ini. Ada yang menyalahkan si Suami (karena kebanyakan yang selingkuh itu pria di lini masaku) dan ada juga yang menyalahkan si Istri.
Di antara sebegitu banyaknya responden, hanya ada satu respon yang ingin kufokuskan. Yaitu respon, "jadi istri itu harus pinter dandan makanya. Jangan di rumah butek aja gitu pake daster. Gimana Suami ga cari yang lain?"
Respon sebiji itu sungguh aneh menurutku. Kenapa? Karena dari banyaknya kasus perselingkuhan viral yang berseliweran di lini masa Facebookku, kebanyakan si istrinya adalah istri-istri yang cantik dan pinter dandan. Lihat bu Dendy, cantik euy.
Lalu ada komentar yang bilang, "aku udah dandan kok. Pakai pakaian bagus. Sexy. Tapi ga mempan, tuh. Suamiku tetep aja selingkuh."
Kesimpulanku, ini bukan hanya masalah cantik semata. Ada ekspektasi yang tak terpenuhi.
Lalu, dari segala banyak postingan tentang perselingkuhan yang beredar di Facebook, ada beberapa komentar para suami yang menjelaskan dengan baik bahwa ini memang hanya masalah ekspektasi.
Begini kira-kira bunyinya, "istriku sih pinter dandan, Mba. Tapi aku ga suka sebenarnya dia dandan. Aku sukanya dia alami natural. Padahal aku ga suka dia dandan. Tiap dibilangin dia ga percaya, dikata nanti aku selingkuh. Gimana mau adem, di rumah disuguhin yang palsu melulu. Sesekali mah enak, tiap hari ya bosen juga."
Atau yang seperti ini, " aku tuh maunya istri pakai pakaian yang membuat dia terlihat terhormat di rumah. Tapi dia bilang, pakaian dia kayak orang kampung, ga modern karena ga terbuka. Padahal dia terlihat lebih menggoda dengan pakaian tertutup."
Lihatkan? Lihat di mana ketidaksinambungannya? Istri udah merasa memberikan kecantikan, suami ga merasa seperti itu.
Terlihat aneh? Yap.
Jadi gini. Kebanyakan masalah yang terjadi dalam rumah tangga itu, masalah komunikasi. I am not expert in this field since I am still 2 years married with my husband. Tapi komunikasi ini memang masalah paling pelik yang sangat susah sekali dicari solusinya.
Misal gini, suami pengen istri pake lingerie di rumah, tapi si istri merasa ga nyaman dan risih, maka tak pelak si suami pun 'malas' tergoda dengan istrinya. Si Istri merasa sedih karena ga lagi dipenuhi kebutuhannya akan perhatian. Atau si suami merasa istrinya cantik kalau lagi ga dandan, cuma dia ga enak sama istrinya karena ngelihat sepertinya si Istri hobi banget dandan. Sementara si istri merasa sudah memenuhi kebutuhan suaminya akan dandan, dan dia memang getol dandan buat suaminya. Kenyataannya suaminya tetep 'malas tergoda' dengan si Istri, karena perbedaan pandangan yang tak tersampaikan tadi.
Yah , benar, ini yang aku sebut sebagai ekspektasi yang tidak ketemu. Istri berusaha, suami tak melihat. Suami berusaha, istri tak melihat. Dalam kasus tadi, istrinya baik loh sudah berusaha semaksimal mungkin mempercantik dirinya. Suaminya juga baik loh sudah berusaha memahami hobi istri. Tapi mereka terus menerus bertengkar karena tidak berbicara dengan bahasa yang sama.
Coba kita putar sedikit ceritanya, si istri bertanya pada suami, "sayang, menurut kamu, perempuan yang cantik itu yang gimana, sih?" Lalu si suami bilang, "cantik itu yang ga banyak dandan, dan rela pakai daster di rumah." Lalu si istri belajar untuk memenuhi ekspektasi suaminya.
Terus si suami, "sayang, menurut kamu suami yang ganteng itu yang gimana sih?" Lalu si istri berkata,"ganteng itu kalau mau bantu pekerjaan rumah walau hanya nyuci piring ajah." Lalu si suami belajar untuk membantu istrinya.
Nah ini, ekspektasinya ketemu.
Mana bisa istri memaksakan suami suka melulu padanya sedangkan ekspektasi suami saja dia malas memenuhinya. Mana bisa suami memaksakan istri suka melulu padanya, jika ekspektasi istri saja malas memenuhinya.
Walau kadang masalah rumah tangga tak sesimpel itu. Biasanya sih lebih kompleks dengan masalah utama tetap komunikasi.
Begitulah, ini hanya sekian dari begitu banyak hal di dunia yang perlu jadi perhatian. Jangan memendam ekspektasi di dalam diri sendiri. Bantu pasangan untuk memenuhi ekspektasimu. Bantu dirimu untuk memenuhi ekspektasi pasangan. Dengan seperti pola komunikasinya akan bagus.
Terakhir, saya tutup post ini dengan kutipan dari buku Sabtu Bersama Bapak,
" If I have a sexy wife then She deserve a sexy husband."