Hinata Umi's Work

[ABOUT ME] Respon Positif Seorang Istri

"Everyday is learning. Everytime is learning. Everything is learning."

- Umi -

* * *

Belakangan ini, aku mulai menyadari perubahan yang terjadi pada diriku. Sebenarnya banyak sih yang berubah setelah menikah. Tapi mungkin aku akan menceritakan setiap perubahan itu satu persatu. Tidak secara sekaligus. Cerita-cerita ini kuharap nantinya dapat menjadi memento yang baik untukku dan suamiku.

Baiklah, aku mulai bercerita, ya?

Mungkin kalian sudah tahu bahwa sebulan yang lalu aku sudah menikah. Aku juga sudah menceritakan bukan, banyak perubahan yang aku alami bersama suamiku?

Nah salah satu perubahan positif yang aku rasakan adalah perubahan atas bagaimana aku merespon pikiran negatifku sendiri dan respon diriku terhadap sisi suamiku yang tidak kusukai. Maksudnya?

Akan kujelaskan.

Sudah tentu awam di pemikiran kita, yang namanya pernikahan adalah proses pembelajaran. Tidak ada satu orangpun yang menikahi seseorang dan tidak lagi mempelajari pasangannya. Tidak ada satu orangpun yang menikah dan berhenti melihat hal-hal menakjubkan dari pasangannya. Begitupula aku.

Selama minggu pertama pernikahan kami, aku belum merasakan perubahan itu. Namun, setelah beberapa minggu, aku mulai melihat kebiasaan-kebiasaannya yang tidak kusukai. 

Di saat-saat pertama kali aku melihat hal-hal itu, jujur saja, aku kesal. "Ih kok dia begini sih." , "ih kok dia begitu sih." adalah hal-hal yang secara tak sadar dan sadar kuucapkan dalam hati. Bisa kau tanyakan beliau, betapa wajahku cemberut setiap kali melihat hal-hal itu. 

Awalnya, ia meladeni kecemberutanku. Namun aku yang dalam kondisi seperti itu, memang susah dibujuk. Jadilah akhirnya ia mengabaikan saja kondisiku yang seperti itu dan mengalihkan dirinya pada game dan komik. Dia yang begitu malah menambah-nambah kesalku. Jadilah aku semakin cemberut dan mengabaikannya. Ia sudah lelah. Itu yang tidak kusadari di awal.

Beberapa minggu terakhir (yah anggap saja 2 minggu), aku mulai paham bahwa, tubuhku terlalu lelah. Suamikupun terlalu lelah untuk menghadapiku dalam kondisi negatif seperti itu. Tenaga kami habis untuk cemberut-cemberutan.

Di titik itulah aku (mungkin) mulai merubah caraku mengkomunikasikan ketidaksukaanku. Tidak lagi dengan cemberut. Melainkan membicarakannya dengan suamiku menggunakan cara yang dia sukai. 


Lebih seringnya aku memaklumi saja apa yang ia lakukan. Daripada cemberut dan memprotes sana sini, bukankah lebih baik aku tersenyum, dan memeluknya saja?

Ia tersenyum, akupun begitu. Kami saling melepas lelah dan tidak menambah lelah masing-masing. Lebih membahagiakan. 

Aku, belajar menerimanya. Belajar menerimanya tidak hanya di sisinya yang menyenangkan, namun juga sisinya yang tidak menyenangkan.

Begitulah. Sekarang jika aku menemukan yang tidak kusukai darinya, lebih sering aku tersenyum dan memeluknya, mencoba menyadarkan diriku sendiri bahwa pria inilah yang membuatku jatuh cinta. Pria inilah yang meminta tanggung jawab untuk menjagaku dari ayahku. Pria inilah yang jadi imam yang harus melindungiku, menjagaku dan kesehatanku.

Karena itu, kurasa aku memang berubah. :)

Share:

0 komentar

Apa yang kamu pikirkan tentang tulisan di atas? Beri komentar di bawah, ya, teman-teman.