"Saya bukanlah manusia yang tahan terhadap stress dan tekanan. Jadi saya memilih untuk mencari tempat kerja yang memberikan rasa suka dan nyaman pada diri saya. Sebuah tempat yang mampu memberikan saya alasan untuk menjadikan kesibukan sebagai kebahagiaan dan memberikan rasa senang alih-alih tertekan. Walaupun kesibukan itu datang silih berganti dan tumpang tindih."
- Umroh Machfudza Sihaloho, Agustus 2015 -
Dalam mencari pekerjaan, selalu ada yang dinamakan wawancara. Tujuan dari wawancara umumnya adalah untuk mencari tahu sifat dan kepribadian dari pelamar pekerjaan. Ini untuk menjamin, bahwa karyawan yang diterima nantinya memiliki prinsip dan etos kerja yang sesuai dengan perusahaan. Maka dari itu, kebanyakan pewawancara adalah pekerja dari bidang HRD. Ini adalah prosedur standar dari setiap perusahaan besar.
Nah, akibatnya banyak masalah muncul dikarenakan perbedaan fokus antar pelamar dengan pewawancara. Banyak dari tujuan wawancara ini tidak terlaksana dengan baik. Pelamar fokus untuk 'mempercantik' diri saat wawancara. Sementara pewawancara, mencari yang ber'kualitas'. Fokus yang berbeda ini menciptakan efek lanjutan ketika akhirnya si Pelamar diterima di perusahaan tersebut.
Salah satu usaha 'percantikan' yang dilakukan oleh pelamar, biasanya, adalah ketika ditanya
"Apakah kamu mampu bekerja di bawah tekanan?"
Ini pertanyaan umum, sebenarnya. Pertanyaan ini digunakan untuk mempertegas pewawancara, seyakin apa pelamar ingin bekerja dan mengetahui posisi yang akan ia ambil nanti di perusahaan. Pertanyaan ini juga sebenarnya merupakan 'Penanda' untuk pelamar bahwa pekerjaan yang harus ia lakukan nanti di perusahaan tersebut adalah pekerjaan yang membutuhkan fokus, ketelitian dan ketekunan. Selain itu, pertanyaan ini juga merupakan 'Petunjuk' untuk pelamar bahwa pekerjaan yang harus ia kerjakan akan datang silih berganti dan tumpang tindih satu dengan lainnya.
Masalah datang karena, banyak pelamar tidak mengerti akan kode itu. Banyak pelamar yang datang melamar, menterjemahkan pertanyaan itu dengan "Apakah kamu siap bekerja di bawah tekanan dari para atasan?" dan/atau "Apakah kamu siap bekerja di bawah tekanan dari para klien?" dan/atau "Apakah kamu siap bekerja di bawah tekanan dari tugas dan partner?" dan/atau "Apakah kamu siap bekerja di bawah tekanan mengerjakan sesuatu yang tidak kamu sukai?"
Menjawab dengan "ya" akan memberikan sinyal pada pewawancara bahwa kamu siap bekerja di sana. Tapi, untuk pelamar, apakah benar ia siap? Dengan definisi pertanyaan yang seperti itu?
Sedangkan, menjawab dengan "Tidak" akan memberikan sinyal pada pewawancara bahwa ada dua kemungkinan, pelamar tidak tahu dengan benar maksud dari pertanyaan tersebut atau pelamar memang tidak mampu bekerja di perusahaan mereka.
Tapi, untuk pelamar, apakah benar ia siap? Dengan definisi pertanyaan yang seperti itu?
Tadi ketika aku sedang iseng, aku mencoba untuk berlatih mewawancarai diri sendiri menggunakan pertanyaan umum yang sering ditanyakan pewawancara. Ketika aku sampai ke pertanyaan tersebut, aku terdiam. Cukup lama. Cukup untuk membuatku terdiam, sebenarnya sanggupkah aku bekerja pada mereka? Sanggupkah aku bekerja di bawah tekanan? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepalaku. Sehingga aku, akhirnya menyadari, ya aku mampu!
Aku mampu bekerja di bawah tekanan, saat aku benar-benar menyukai pekerjaan tersebut. Jika kalimatnya harus kuubah, maka, kalimat itu akan berubah menjadi, "Tidak ada pekerjaan yang memberikan tekanan, jika kita benar-benar menyukai pekerjaan kita."
Kesadaran itu membuatku menatap cermin dengan penuh percaya diri (seolah bayanganku diujung sana adalah seorang pewawancara) dan menjawab,
"Saya bukanlah manusia yang tahan terhadap stress dan tekanan. Jadi saya memilih untuk mencari tempat kerja yang memberikan rasa suka dan nyaman pada diri saya. Sebuah tempat yang mampu memberikan saya alasan untuk menjadikan kesibukan sebagai kebahagiaan dan memberikan rasa senang alih-alih tertekan. Walaupun kesibukan itu datang silih berganti dan tumpang tindih."