"Ayolah Sil. Kau sudah berapa lama sih belajar Silia itu? Masa masih tidak bisa juga?" Mata kecil itu menatapku kesal. Bagaimana tidak, aku sudah belajar menggunakan Silia ini hampir 4 tahun dan masih belum bisa juga menguasainya.
oh ayolah aku tahu kau tak sebodoh itu. Ucapnya lagi membatin. Ia tahu aku mendengarnya.
Dengan segera kubayangkan kembali sebuah kata dan berusaha membentuknya. Lagi. Silia-siliaku hanya bergerak liar. Jangankan membetuk sebuah kata, sebuah hurufpun tidak.
Kugerakkan tanganku dengan lancar untuk menuliskan sebuah kalimat di atas kertas. Oh.. Ini susah sekali rasanya. Bahkan untuk menuliskan sebuah kalimat dengan tanganpun aku sulit.
[Ini sulit, za! Kau tidak tahu rasanya harus menggerakkan silia-silia ini bersamaan.]
Ya, Aku memang sudah bisa menggerakkan Silia-silia in per-huruf, namun masih gagal dalam membuatnya membentuk kata.
"SIL!!" Aku tahu suara siapa itu. Itu Carl. Sahabatku dari kecil.
"Sil, aku tantang kamu deh! Ini udah ke berapa kalinya kamu enggak berhasil buat kalimat dengan Silia-mu. Aku kasih kamu tenggat waktu hingga minggu depan, kalau kamu bisa menguasainya, aku kasih kamu hadiah." Wajahnya benar-benar membuatku gemas. Laza ini benar-benar menyebalkan. Ia beda satu tahun di atasku dan Carl. Ia selalu berhasil membuatku kesal sama seperti Carl.
Kutuliskan sesuatu kembali ke ata notes yang ia berikan padaku beberapa saat yang lalu. Aku tahu ia memperhatikan tanganku bergerak membentuk huruf-huruf itu.
[Apa yang akan jadi hadiahku?]
"Sesuatu yang tidak akan pernah kau duga. Lagipula, itu disebut hadiah karena isinya rahasia, Sil. Gimana?" ucapnya sambil menatap Carl yang semakin mendekat ke arah kami.
Aku mengangguk mengiyakan setelah berpikir beberapa menit. Yah setidaknya aku berusaha bukan?
"Sip, aku pergi dulu. Kau tahu betapa sahabatmu itu membenciku bukan? dah Sil..." Ia-pun menghilang dari pandanganku.
"Ngapain si Laza ke sini?" Carl mendengus menatap arah pergi Laza.
Menahan geli aku menatap Carl lalu menuliskan sesuatu di notes kecilku. [Dia mau ngasih aku kado.]
Wajahnya spontan menghadap kepadaku."Kado? Emang kamu ulang tahun apa?"
[Enggak.]tulisku kembali.
"Lah, terus?"
[Ada dehh...]
Diapun mencubit hidungku.
"Kamu itu ya Sil! Bandel deh sekarang, main rahasia-rahasiaan."
Aku hanya bisa memandangnya kesal sambil mengelus hidungku yang sakit karena dicubit olehnnya. Tak berapa lama ia menarik tanganku sebelum aku sempat menulis kalimat balasan padanya.
"Aku ingin mengajakmu ke gunung hari ini."
Dan aku berakhir dengan tak berbicara apapun kepada Carl.
oh ayolah aku tahu kau tak sebodoh itu. Ucapnya lagi membatin. Ia tahu aku mendengarnya.
Dengan segera kubayangkan kembali sebuah kata dan berusaha membentuknya. Lagi. Silia-siliaku hanya bergerak liar. Jangankan membetuk sebuah kata, sebuah hurufpun tidak.
Kugerakkan tanganku dengan lancar untuk menuliskan sebuah kalimat di atas kertas. Oh.. Ini susah sekali rasanya. Bahkan untuk menuliskan sebuah kalimat dengan tanganpun aku sulit.
[Ini sulit, za! Kau tidak tahu rasanya harus menggerakkan silia-silia ini bersamaan.]
Ya, Aku memang sudah bisa menggerakkan Silia-silia in per-huruf, namun masih gagal dalam membuatnya membentuk kata.
"SIL!!" Aku tahu suara siapa itu. Itu Carl. Sahabatku dari kecil.
"Sil, aku tantang kamu deh! Ini udah ke berapa kalinya kamu enggak berhasil buat kalimat dengan Silia-mu. Aku kasih kamu tenggat waktu hingga minggu depan, kalau kamu bisa menguasainya, aku kasih kamu hadiah." Wajahnya benar-benar membuatku gemas. Laza ini benar-benar menyebalkan. Ia beda satu tahun di atasku dan Carl. Ia selalu berhasil membuatku kesal sama seperti Carl.
Kutuliskan sesuatu kembali ke ata notes yang ia berikan padaku beberapa saat yang lalu. Aku tahu ia memperhatikan tanganku bergerak membentuk huruf-huruf itu.
[Apa yang akan jadi hadiahku?]
"Sesuatu yang tidak akan pernah kau duga. Lagipula, itu disebut hadiah karena isinya rahasia, Sil. Gimana?" ucapnya sambil menatap Carl yang semakin mendekat ke arah kami.
Aku mengangguk mengiyakan setelah berpikir beberapa menit. Yah setidaknya aku berusaha bukan?
"Sip, aku pergi dulu. Kau tahu betapa sahabatmu itu membenciku bukan? dah Sil..." Ia-pun menghilang dari pandanganku.
"Ngapain si Laza ke sini?" Carl mendengus menatap arah pergi Laza.
Menahan geli aku menatap Carl lalu menuliskan sesuatu di notes kecilku. [Dia mau ngasih aku kado.]
Wajahnya spontan menghadap kepadaku."Kado? Emang kamu ulang tahun apa?"
[Enggak.]tulisku kembali.
"Lah, terus?"
[Ada dehh...]
Diapun mencubit hidungku.
"Kamu itu ya Sil! Bandel deh sekarang, main rahasia-rahasiaan."
Aku hanya bisa memandangnya kesal sambil mengelus hidungku yang sakit karena dicubit olehnnya. Tak berapa lama ia menarik tanganku sebelum aku sempat menulis kalimat balasan padanya.
"Aku ingin mengajakmu ke gunung hari ini."
Dan aku berakhir dengan tak berbicara apapun kepada Carl.